Eksportir lirik potensi lobster di Gunung Kidul

id Lobster,Beniih lobster,Gunung Kidul,DKP Gunung Kidul

Eksportir lirik potensi lobster di Gunung Kidul

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memegang hasil pembudidayaan lobster. ANTARA/HO-Dokumentasi KKP

Gunung Kidul (ANTARA) - Sejumlah eksportir mulai melirik potensi lobster di kawasan pantai di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, seiring dilonggarkannya kebijakan yang memperbolehkan penjualan benih lobster.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Gunung Kidul Krisna Berlian di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan revisi Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Indonesia menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 12 Tahun 2020 yang salah satunya memperbolehkan jual beli benih lobster membuat eksportir melirik Gunung Kidul.

"Ada dua tiga eksportir yang melakukan komunikasi, tapi kami jawab itu ranahnya provinsi. Saat ini eksportir baru sebatas konsultasi dengan DKP," kata Krisna.

Krisna mengatakan, sebenarnya peraturan menteri kelautan Edhy Prabowo memperbolehkan ekspor benih lobster juga mempunyai dampak positif. Sebab, ekspor benih lobster dapat membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat dilarangnya ekspor benih lobster sesuai peraturan sebelumnya.

"Sebenarnya eksportir itu punya kewajiban budi daya, jadi sebagian diekspor dan juga ada yang dilepas liarkan lagi di perairan," ucap dia.

Di Gunung Kidul sendiri saat ini belum ada pembudi daya lobster. Sebab beberapa nelayan lobster hanya memanfaatkan lobster dari perairan di sekitar pantai.

"Selama ini, tidak ada yang menjual lobster berukuran kecil di Gunung Kidul. Nelayan kita taat aturan hukum. Lebih banyak yang memanfaatkan untuk dijual bentuk olahan," kata Krisna.

Terkait jika nantinya ada eksportir di Gunung Kidul, DKP akan melakukan pengawasan ketat. Pihaknya khawatir adanya eksportir nakal yang hanya menangkap tanpa melakukan pembudi daya.

"Jangan sampai ada eksportir "garong" yang hanya menikmati hasil laut Gunung Kidul tanpa melakukan budi daya," kata Krisna.