Ekspor kerajinan Bantul turun 40 persen imbas COVID-19

id Kerajinan UKM Bantul

Ekspor kerajinan Bantul turun 40 persen imbas COVID-19

Salah satu produk kerajinan di Bantul, DIY (Foto ANTARA/dokumen)

Bantul (ANTARA) - Ekspor kerajinan dari para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan hingga 40 persen karena dampak pandemi wabah virus corona baru atau COVID-19.

"Kalau dampak (COVID-19) pasti ada, tidak bisa dipungkiri, dan penurunannya (ekspor) cukup banyak, bahkan 30 persen sampai 40 persen itu ada," kata pengurus Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) DIY Bambang Wijaya usai audiensi dengan Pemkab Bantul di Bantul, Rabu.

Pihaknya tidak menjelaskan rinci volume penurunan ekspor mebel dan kerajinan selama pandemi COVID-19, namun anggota HIMKI yang mayoritas mengekspor kerajinan itu rata-rata mengalami penurunan akibat  pembeli membatalkan pesanan untuk pengiriman ke luar negeri.

"Adanya pembatalan pesanan dari negara-negara tertentu misal dari China dan Asia, jadi hampir rata-rata kita mengalami penurunan. Tetapi Alhamdulillah kalau sampai 'gulung tikar' sejauh ini dari anggota kami belum ada," katanya.

Bambang yang merupakan pengusaha ekspor kerajinan di wilayah Tembi Desa Timbulharjo Sewon Bantul ini menyebut, jumlah anggota yang ada di naungan HIMKI DIY sekitar 50 perusahaan yang tersebar di DIY dengan jumlah terbanyak di Bantul.

Dia mengatakan, meski produksi dan pendapatan menurun karena COVID-19, namun diakui mayoritas pengusaha masih bisa bertahan tanpa harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, karena masih bisa melakukan penjualan secara online atau dalam jaringan.

"Kalau merumahkan ada, tapi tidak banyak, merumahkan dalam artian shif ada, tapi kebetulan karena sebagian anggota kami ekspor, dan punya banyak market yang berkaitan dengan online, sehingga kita tetap bertahan," katanya.

Dia mengatakan, sebab kalau anggota HIMKI hanya mengandalkan pasar offline ataupun lewat ruang pameran atau showroom kerajinan yang selama ini dilakukan tentu tidak efektif, sebab dipastikan tidak ada pengunjung mengingat kondisi masih dalam masa pandemi COVID-19.

"Kalau teman-teman banyak mengandalkan pameran, toko shorum di Kasongan Bantul itu tidak bisa dipungkiri hanya andalkan pasar lokal, dalam hal ini pasar pelaku wisata, padahal pariwisata sendiri sudah jelas tidak jalan. Saat ini kami ada 50an perusahaan yang tergabung," katanya.

Dia mengatakan, langkah ke depan dalam menggeliat kembali sektor UKM perlunya fasilitasi dan dukungan dari pemerintah, baik dalam pemasaran secara offline melalui pasar kerajinan juga secara online agar jangkauan pasar produk kerajinan lebih luas.

"Kita juga mohon menyediakan di Pasar Seni Gabusan sebagai salah satu arena untuk kita manfaatkan, karena kita banyak anggota punya banyak stok barang karena pandemi ini belum terjual, di situ kita akan memanfaatkan dengan tim yang berkaitan dengan virtual market maupun offline market," katanya.