Dokter RSA UGM: tes usap aman dan tidak merusak otak

id Tes swab,Aman,Yogyakarta,DIY

Dokter RSA UGM: tes usap aman dan tidak merusak otak

Petugas medis melakukan tes swab COVID-19 terhadap seorang pengunjung di salah satu pusat perbelanjaan modern di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/6/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/pras. (.)

Yogyakarta (ANTARA) - Dokter spesialis THT Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Anton Sony Wibowo menegaskan bahwa tes usap (swab) aman dilakukan serta tidak membahayakan atau merusak otak.

"Tidak benar jika swab test COVID-19 bisa merusak otak karena hanya dilakukan sampai nasofaring atau dinding paling belakang hidung dan rongga mulut," kata Anton melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Sabtu.

Sebelumnya, kabar tentang tes usap COVID-19 dapat merusak otak ramai beredar di media sosial Tanah Air. Ada netizen yang mengklaim tes usap hidung yang tajam telah menusuk otak dan membuatnya melakukan lobotomi.

Ia menjelaskan bahwa lokasi penghalang darah otak relatif jauh dari lokasi anatomi tempat tes usap dilakukan.

Selain itu, penghalang darah otak dilindungi tulang dasar otak yang relatif kuat.



Anton mengatakan tes itu tidak akan merusak penghalang darah otak, kecuali pada kondisi tertentu. Misalnya, pecahnya dinding dasar otak akibat tumor atau trauma.

Tes usap saat ini cukup ramai diperbincangkan karena menjadi salah satu metode dalam mendeteksi keberadaan virus corona jenis baru penyebab COVID-19 pada manusia.

Tes dilakukan dengan mengambil sampel lendir, dahak, atau cairan di daerah nasofaring ataupun orofaring pada pasien yang diduga terinfeksi virus corona.

"Swab test sampai sekarang menjadi diagnosis utama COVID-19 karena bisa mendeteksi keberadaan virus dalam tubuh," kata dia.

Selain tes usap, rapid test antibodi merupakan metode lain yang banyak digunakan untuk skrining awal COVID-19. Hanya saja, Anton menyebutkan bahwa tes cepat ini memiliki akurasi lebih rendah dibandingkan swab test karena hanya baru bisa mendeteksi antibodi dalam tubuh saja, bukan keberadaan virus corona.