Sultan HB X mengharapkan Keistimewaan DIY wujudkan kemandirian desa

id Sultan HB X,Keistimewaan DIY,UUK,Yogyakarta

Sultan HB X mengharapkan Keistimewaan DIY wujudkan kemandirian desa

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat menyampaikan sapa aruh dalam acara Refleksi Sewindu Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY "Mengolah Kritik dan Menata Desa Sebagai Basis Keistimewaan DIY" di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Senin. (FOTO ANTARA/Luqman Hakim)

Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap Keistimewaan DIY mampu mendorong terwujud-nya kemandirian desa sebagai basis utama menghadapi tantangan di masa pandemik COVID-19.

"Keistimewaan DIY diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut, dengan tercukupi-nya kebutuhan sandang, papan, pangan serta pendidikan sebagai wujud kesejahteraan warga," kata Sultan dalam acara Refleksi Sewindu Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY "Mengolah Kritik dan Menata Desa Sebagai Basis Keistimewaan DIY" di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Senin.

Menimbang situasi pandemik COVID-19, menurut dia, kekuatan desa harus menjadi modal utama dalam mewujudkan tatanan Indonesia baru yang berkeadilan sosial, berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik serta bermartabat secara kebudayaan.

Kekuatan tatanan kehidupan masyarakat desa, kata Sultan, adalah hasil pergulatan panjang dari sejarah pengalaman, ke-semestacipta-an, pengetahuan, dan ketuhanan yang mewujud sebagai peradaban nusantara, sekaligus falsafah kebudayaan bangsa, yang tercermin melalui akal-budi, sikap, dan perilaku hidup sehari-hari.

Menurut Sultan, penguasaan iptek harus dihidupkan di setiap desa dengan membangun kelompok aktor kreatif sebagai pelaku utama gerakan kebudayaan "Jogja Gumrégah".



Ia menyadari pada masa awal perubahan di desa tentu akan canggung. Namun dalam setiap perubahan, semua itu adalah sebuah proses yang bertahap.

"Karena itu, saya sepakat jika perangkat desa perlu memahami proses perubahan itu, di mana dampak COVID-19 berkelindan dengan disrupsi teknologi menuju Era Industri 4.0. Dan perubahan total ini juga berkejaran dengan pergeseran budaya desa yang belum teridentifikasi secara cermat," tutur-nya.

Meski demikian, ia bersyukur di DIY sudah banyak desa berkembang dalam berbagai bentuk, sehingga menjadi kuat, maju, mandiri, kredibel, dan demokratis melalui Desa Budaya, Desa Wisata, Desa Mandiri Energi, Desa Mandiri Pangan dan lainnya.

Ia meyakini jika segala potensi dimunculkan dari desa dengan strategi "Desa Mengepung Kota" niscaya desa akan menjadi sentra pertumbuhan. Syaratnya, pembangunan desa harus lebih diprioritaskan.

"Konsep ini relevan untuk mengakselerasi pembangunan desa dalam mengejar kemajuan perkotaan, karena sumber potensinya itu toh berada di perdesaan," ujar dia.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X memotong tumpeng dalam acara Refleksi Sewindu Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY "Mengolah Kritik dan Menata Desa Sebagai Basis Keistimewaan DIY" di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Senin. (FOTO ANTARA/Luqman Hakim)


Dalam kesempatan itu, Sultan juga berharap Kestimewaan DIY harus mendorong pendirian Desa Mandiri Budaya (DMB) yang menjadi kesepakatan Kongres Kebudayaan Desa pada 1 Juli 2020.

Refleksi Sewindu Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY itu dihadiri Menkopolhukam Mahfud MD selaku Ketua Parampara Praja DIY, Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji, serta Ketua DPRD DIY Nuryadi.

Menurut Mahfud, keistimewaan diberikan pemerintah kepada DIY agar bisa merawat hal-hal tertentu yang bersifat istimewa. Meliputi, pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan hingga tata ruang.



"Selama ini negara sudah menyediakan anggaran khusus yang disebut dana keistimewaan. Itu bisa digunakan sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan Yogyakarta dari sudut keistimewaan," ucap Mahfud.

Selama delapan tahun terakhir, Mahfud menilai sudah tidak ada hal prinsip yang perlu diperbaiki dan dipersoalkan dalam UU Keistimewaan, meski demikian perlu penyiapan SDM yang memadai. "Sudah tidak ada hal prinsip secara UU," kata Mahfud.