Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DPPP) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong petani di wilayah setempat untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan menggantinya dengan pupuk organik dedaunan yang ada di lingkungan sekitar.
"Terkait dengan adanya informasi bahwa pembelian pupuk dengan Kartu Tani, ada pembatasan jumlah pupuk yang boleh dibeli petani justru menjadi momentum untuk mengurangi pupuk kimia dan kembali menggunakan pupuk alami," kata Kepala DPPP Kabupaten Sleman Heru Saptono di Sleman, Minggu.
Rencana pemerintah memberlakukan Kartu Tani untuk mengakses pupuk yang bersubsidi mulai September 2020 dikeluhkan petani di Kabupaten Sleman karena ada pembatasan jumlah pupuk yang bisa dibeli petani dan adanya persyaratan lainnya yang dinilai memberatkan petani.
Heru Saptono menyebutkan bahwa pelaksanaan Kartu Tani masih belum bisa dipastikan pada September.
"Memang sudah ada informasi di dunia maya yang mengatakan per 1 September akan diberlakukannya Kartu Tani. Tapi sampai hari ini kami belum mendapat informasi yang pasti," katanya.
Ia mengatakan, jumlah pupuk yang disubsidi tersebut sebenarnya sudah melalui penelitian ilmiah yang direkomendasikan oleh Balai Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT). Kartu Tani merupakan momentum untuk merubah kebiasaan petani di Indonesia.
"Karena selama ini petani masih bergantung pada penggunaan pupuk kimia. Ini sebenarnya momentum dengan pupuk subsidi ini, di samping menggunakan pupuk kimia juga menggunakan pupuk organik memanfaatkan daun-daun yang ada di rumah untuk dikembalikan ke sawah agar kesuburan tanah kembali tinggi," katanya.
Menurut dia, dengan meminimalisir penggunaan pupuk kimia, diyakini tidak akan membuat rugi petani dan justru menambah kesuburan tanah.
"Memang kecenderungan petani menanam padi itu pupuk kimia sampai padinya berwarna itu baru puas, padahal itu dosisnya berlebih maka kami lakukan edukasi ke petani dengan subtitusi ke pupuk organik," katanya.
Ketua Forum Petani Kalasan, Janu Riyanto mengatakan menuturkan penggunaan Kartu Tani justru memberatkan petani untuk bisa mendapatkan pupuk bersubsidi sesuai kebutuhan.
"Distribusi pupuk dengan pembagian lahan satu hektare mendapatkan 125 kilogram (kg) pupuk. Jika dikalkulasikan, 1.000 meter lahan hanya akan mendapatkan 12,5 kg pupuk. Dengan 1.000 meter hanya 12,5 kg itu apa bisa itu dari tanam sampai panen? Apa petani bisa panen," katanya.
Ia mengatakan, selain pembagian pupuk yang dibilang jauh dari kata cukup, petani juga diharuskan menabung di Bank BRI. Setelah menabung petani baru bisa menggesek Kartu Tani di kios atau agen yang sudah ditunjuk sebagai distributor pupuk bersubsidi.
"Sekarang mau beli pupuk saja harus nabung dan antre di BRI hanya untuk 12,5 kg per 1.000 meter. Setelah BRI, gesek di kios yang ditunjuk," katanya.
Berita Lainnya
Bantul sosialisasikan pembelian elpiji bersubsidi dengan menunjukkan KTP
Rabu, 20 Maret 2024 21:13 Wib
Pemkab sebut harga-pasokan elpiji bersubsidi di Bantul terkendali
Selasa, 12 Maret 2024 18:47 Wib
Bantul terus sosialisasikan ke kelompok tani penebusan pupuk dengan KTP
Rabu, 28 Februari 2024 21:58 Wib
"Automatic adjustment" antisipasi pembiayaan program, beber Airlangga
Kamis, 15 Februari 2024 5:16 Wib
Seluruh pangkalan Yogyakarta menerapkan pembelian elpiji 3 kg pakai KTP
Selasa, 6 Februari 2024 10:17 Wib
Polda DIY meringkus tiga tersangka penyalahgunaan elpiji bersubsidi
Senin, 5 Februari 2024 13:26 Wib
Bantul mendampingi kelompok tani susun RDKK pupuk bersubsidi
Sabtu, 13 Januari 2024 15:38 Wib
DKPP Bantul gencar sosialisasi kemudahan petani tebus pupuk subsidi
Selasa, 19 Desember 2023 19:36 Wib