Rektor UGM meminta dukungan Gubernur DIY kembangkan pendeteksi COVID-19

id UGM,GeNose,Gubernur DIY,Yogyakarta

Rektor UGM meminta dukungan Gubernur DIY kembangkan pendeteksi COVID-19

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X melihat "GeNose" alat pendeteksi COVID-19 di Kepatihan, Yogyakarta, Senin. (ANTARA/HO/Humas Pemda DIY)

Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono menemui Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan, Yogyakarta, untuk meminta dukungan pengembangan alat pendeteksi COVID-19 bernama "GeNose", Senin.

"Kami memohon doa restu dan dukungan Ngarsa Dalem (Sultan HB X) agar alat ini bisa cepat beredar di masyarakat," kata Panut Mulyono.

Panut menjelaskan bahwa alat pendeteksi COVID-19 itu dalam proses untuk uji klinis, uji diagnosis, dan menunggu izin edar dari Kemenkes RI.



Alat yang dijuluki sebagai teknologi pengendus COVID-19 ini dapat mendeteksi virus hanya dengan napas pasien. "Kami di sini menyampaikan perkembangan dari inovasi 'GeNose' atau alat pendeteksi bagi pasien, untuk melihat apakah mengidap virus COVID-19 atau tidak," katanya.

Salah satu peneliti GeNose, dr Dian Kesumapramudya Nurputra menjelaskan alat tersebut saat ini sedang dalam persiapan uji diagnosis di sembilan rumah sakit. Bahka,  bimbingan teknis untuk uji diagnosis pun sudah jalan.

Menurut dia, apabila seluruh tahapan berjalan lancar, tim peneliti berharap pada pertengahan November 2020 atau akhir November 2020, proses produksi massal GeNose bisa dimulai.

"Kalau surat kelayakan uji fungsi dari alat ini sudah keluar dan komite etik sudah oke, pertengahan November sudah bisa mulai produksi massal. Tapi, itu juga masih menunggu, karena setelah uji diagnosis, kita juga harus presentasi ke Kemenkes RI dulu, apakah hasil yang dikeluarkan alat betul-betul akurat, baru Kemenkes RI mengeluarkan izin edar," paparnya.



Terkait status kegunaan GeNose, Dian menjelaskan untuk saat ini terlalu dini jika GeNose disebut alat diagnosis. Untuk bisa mencapai standar diagnosis, dari ilmu kedokteran mensyaratkan sebuah alat harus punya akurasi medis, meliputi sensitivitas, spesifisitas, dan Positive Predictive Value yang nilainya harus di atas standar.

"Karena belum ada hasil uji diagnosisnya, kita baru bisa mengatakan posisi alat ini sekarang masih bersifat alat screening  mendampingi tes cepat dan PCR," kata dia.