KKP: Udang masih menjadi primadona permintaan global

id udang,budidaya perikanan,kkp

KKP: Udang masih menjadi primadona permintaan global

Komoditas udang vaname. ANTARA/HO-KKP

Jakarta (ANTARA) - Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan komoditas udang sampai sekarang masih menjadi primadona permintaan global untuk sektor kelautan dan perikanan.

"Meski pandemi COVID-19 masih berlangsung, namun udang masih menjadi primadona dengan permintaan global yang masih sangat tinggi hingga saat ini," kata Slamet Soebjakto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, udang merupakan komoditas yang memberikan pangsa dominan terhadap devisa ekspor yakni sekitar 40 persen terhadap nilai total ekspor produk perikanan nasional.

Ia berpendapat bahwa petambak udang di tengah pandemi COVID-19 ini masih tetap bersemangat dan produktif melakukan proses produksinya, seperti dalam bisnis budidaya udang di Pantura Jawa.

"Pandemi ini bisa menjadi potensi kita untuk memenuhi permintaan global, karena saat ini kita ketahui bersama sejumlah negara pesaing penghasil udang vaname terbesar dunia seperti India tengah lockdown," ujarnya.

Di samping itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga menyampaikan semangat UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di sektor perikanan budidaya antara lain membuka peluang masuknya investasi di bidang akuakultur.

"Pelaku usaha maupun investor untuk tidak lagi merasa ragu terjun dalam bisnis budidaya udang. Saat ini Pemerintah tengah memfasilitasi penyederhanaan berbagai jenis izin yang tidak diperlukan dan dinilai menghambat investasi masuk di usaha ini," tegas Edhy.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, semangat Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk memudahkan investasi masuk, sebenarnya sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Semangat omnibus law sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ini dibuktikan dengan lahirnya Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (Silat) untuk perizinan kapal tangkap ukuran di atas 30 GT yang berlaku secara online pada akhir 2019," kata Menteri Edhy.

Ia memaparkan, sistem Silat memangkas waktu pengurusan dari yang tadinya 14 hari menjadi satu jam.

Hingga 7 Oktober 2020, berdasarkan data dari KKP, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ribuan izin yang dikeluarkan Silat nilainya mencapai lebih dari Rp470 miliar.

Kemudahan perizinan kini juga berlaku di sektor perikanan budidaya, di mana sekarang prosesnya satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sementara KKP bertindak sebagai pengawas bersama dengan pemerintah daerah.

"Tadinya butuh 21 izin untuk bisa memulai usaha budidaya di Indonesia," ucapnya.
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024