BMKG Yogyakarta memberikan sekolah lapang iklim operasional kepada petani

id sekolah lapang iklim operasional,BMKG Yogyakarta,petani maju,petani milenial,Gunung Kidul

BMKG Yogyakarta memberikan sekolah lapang iklim operasional kepada petani

Petani milenial harus mampu membaca dan memahami iklim supaya dapat meningkatkan produktivitas hasil panen dan harga jual hasil panen tinggi. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta memberikan sekolah lapang iklim operasional kepada petani di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil panen.

Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan pada 2020, BMKG Yogyakarta memberikan pendampingan kepada petani soal Sekolah Lapang Iklim Operasional (SLIO) dengan harapan ada peningkatan produktivitas hasil panen setelah pelaksanaan SLIO tersebut.

"Berdasarkan hasil pendampingan, ada tiga kecamatan/kapanewon dengan peningkatan produktivitas hasil panen yang tinggi setelah petani mengikuti SLIO, yakni Kapanewon/Kecamatan Rongkop, Ponjong, dan Gedangsari," kata Reni Kraningtyaas.

Ia mengatakan di Kapanewon Rongkop, ada peningkatan hasil panen terhadap ubi kayu basah yang jadi komoditas di sana. Peningkatannya mencapai 30 persen dibanding tahun lalu. Selanjutnya, di Gedangsari, ada peningkatan sebesar 19 persen untuk panen kacang tanah wose. Terakhir, petani di Ponjong mengalami peningkatan 6,6 persen untuk panen padi gabah kering.

"Peningkatan hasil panen juga diikuti dengan peningkatan pemahaman petani soal iklim, yaitu berkisar antara 20 hingga 35 persen," katanyaa.

Reni mengatakan kegiatan SLIO di Gunungkidul sudah mulai dilakukan sejak pertengahan Agustus hingga akhir September 2020 lalu. Jumlah pertemuan bervariasi antara dua hingga tiga kali.

Selama kegiatan, ada dua materi pokok yang disampaikan pada para petani yang menjadi peserta. Antara lain pengenalan unsur cuaca atau iklim beserta alat ukurnya, dan pemahaman informasi prakiraan iklim.

"Metode pertemuan ada yang tatap muka dan virtual, menyesuaikan kondisi saat ini dan menerapkan protokol kesehatan," kata Reni.

Sementara itu, Ketua Poktan Sumber Rejeki Buyutan, Ngalang, Sajikan mengakui bahwa pengetahuan tentang kondisi iklim semakin meningkat pasca mengikuti SLIO. Sebelumnya, para petani lebih banyak bergantung pada tradisi ilmu "titen".

"Setelah mengikuti SLIO, petani juga bisa memantau kondisi cuaca lewat aplikasi BMKG, untuk memperkirakan iklim secara lebih rinci," katanya.