Pelaku usaha di Yogyakarta sayangkan aturan rapid antigen terbit mendadak

id pelaku usaha,yogyakarta,rapid test antigen,mendadak

Pelaku usaha di Yogyakarta sayangkan aturan rapid antigen terbit mendadak

Calon penumpang menunggu antrian tes cepat Antigen di Stasiun Yogyakarta, Gedong Tengen, DI Yogyakarta, Selasa (22/12/2020). PT KAI Daop 6 Yogyakarta menyediakan layanan tes cepat antigen bagi calon penumpang dengan harga Rp105 ribu per penumpang sebelum melakukan perjalanan. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc. (Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah)

Yogyakarta (ANTARA) - Pelaku usaha di Kota Yogyakarta menyayangkan kebijakan dari pemerintah terkait kewajiban pelaku perjalanan melakukan rapid test antigen dengan hasil nonreaktif untuk libur akhir tahun karena kebijakan tersebut dinilai ditetapkan secara mendadak.

“Bagaimanapun juga pelaku usaha sangat terkejut dan kecewa. Kebijakan tersebut mau tidak mau akan menurunkan jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta pada libur akhir tahun,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Yogyakarta Aji Karnanto di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, banyak pelaku usaha terutama di bidang jasa pariwisata yang sudah terlanjur merasa senang dengan datangnya libur akhir tahun karena akan banyak wisatawan yang datang sehingga bisnis yang lesu selama pandemi bisa sedikit membaik.
 

Tidak sedikit pelaku usaha jasa pariwisata, lanjut dia, sudah mengeluarkan banyak biaya untuk mempersiapkan datangnya libur akhir tahun, seperti belanja bahan makanan.

Namun demikian, kata Aji, pelaku usaha harus kembali gigit jari karena pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang mendadak terkait kewajiban pelaku perjalanan harus mengantongi hasil nonreaktif dari rapid test antigen.

“Kalau rapid test antibodi, saya yakin wisatawan dari luar daerah sudah pasti membawanya. Namun, untuk rapid test antigen akan membuat wisatawan berpikir berkali-kali lipat untuk berwisata,” katanya.
 

Ia mengatakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengakses rapid test antigen bisa tiga kali lebih mahal jika dibanding rapid test antibodi. “Masa berlakunya pun hanya 3x24 jam,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, jumlah fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan rapid test antigen tidak terlalu banyak sehingga menyulitkan wisatawan untuk mengaksesnya.

“Dampak dari kebijakan rapid test antigen ini tidak hanya dirasakan oleh hotel saja tetapi juga oleh biro perjalanan, restoran, dan banyak sektor lain yang akan terdampak,” katanya.
 

Namun demikian, lanjut dia, pelaku usaha tidak bisa berbuat banyak dengan kebijakan tersebut selain mengikuti aturan dari pemerintah sebagai upaya pencegahan meluasnya penularan COVID-19.

“Kami hanya berharap agar kebijakan-kebijakan seperti ini tidak dikeluarkan mendadak. Supaya teman-teman pelaku usaha juga lebih siap karena tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranawa Eryana mengatakan, pelaku usaha hotel dan restoran sudah bersungguh-sungguh menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19.

“Kami sudah susah payah melakukan verifikasi dan sertifikasi CHSE. Tetapi, tiba-tiba ada kebijakan seperti ini. Tentu saja apa yang sudah kami lakukan sepertinya menjadi sia-sia,” katanya.

Ia pun berharap, pemerintah menjaga komitmennya bahwa upaya pemulihan ekonomi dijalankan bersama-sama secara seimbang dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

“Padahal, banyak pelaku usaha hotel yang berharap bisa sedikit menutup biaya operasional dengan libur panjang Desember ini. Ternyata harapan ini tidak akan terwujud,” kata Deddy yang menyebut reservasi hotel pada libur tahun baru semakin berkurang menjadi sekitar lima persen.

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024