Pasien terkonfirmasi COVID-19 di Kulon Progo tercatat 1.318 orang

id Kulon Progo,COVID-19

Pasien terkonfirmasi COVID-19 di Kulon Progo tercatat 1.318 orang

Dinas Kesehatan Kulon Progo melakukan rapid test terhadap masyarakat berpotensi terpapar COVID-19. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam waktu 24 jam terakhir bertambah 13 orang sehingga total kasus mencapai 1.318 orang.

"Perkembangan kasus COVID-19 Kabupaten Kulon Progo, 12 Januari 2021, bertambah 13 kasus baru," kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kulon Progo Baning Rahayujati di Kulon Progo, Selasa.

Ia mengatakan 13 kasus konfirmasi baru itu berasal dari Galur tiga, Nanggulan tiga, Temon satu, Wates satu, Sentolo satu, Kokap satu, Kalibawang satu, Lendah satu dan Girimulyo satu. Kasus ini disebabkan klaster keluarga dan memiliki kontak dengan kasus kota.

"Total kasus konfirmasi COVID-19 di Kulon Progo sebanyak 1.318 orang, dengan rincian 32 isolasi rumah sakit, 321 isolasi mandiri, 413 selesai isolasi, 520 sembuh, dan 23 meninggal dunia," katanya.

Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kulon Progo Fajar Gegana mengatakan Pemkab Kulon Progo merevisi Instruksi Bupati (Inbup) tentang aturan bekerja dari rumah (WFH) dalam kebijakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dalam revisi itu WFH yang awalnya sebesar 50 persen diubah menjadi 75 persen.

Perubahan itu sebagai tindak lanjut atas keputusan Gubernur DIY yang merevisi Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PTKM. Sebelumnya WFH di DIY ditetapkan 50 persen, tetapi belakangan diganti menjadi 75 persen dalam Ingub Nomor 2 Tahun 2021. Perubahan itu menyesuaikan instruksi pemerintah pusat.

"Sesuai ingub kemarin kan WFH itu 50 persen, sedangkan nasional 75 persen. Per hari ini ada instruksi baru untuk menyesuaikan aturan nasional, dan untuk Kulon Progo sekarang masih dalam kajian, rencananya mulai besok sudah berlaku aturan baru itu," katanya.

Ia mengatakan perubahan sistem WFH ini tidak terlalu berpengaruh terhadap instansi non-pelayanan masyarakat. Pengaruhnya baru terasa di instansi pelayanan. Oleh karena itu, pihaknya berupaya agar instansi pelayanan tetap bisa maksimal dalam memberikan layanannya. Ada kemungkinan perubahan WFH khusus instansi pelayanan bakal berbeda dengan instansi non-pelayanan.

"Kalau yang pelayanan tetap 75 persen tentu akan menimbulkan masalah, sehingga nanti kami usahakan aturan buat instansi ini berbeda, harapannya dapat lebih fleksibel dibandingkan nonpelayanan," katanya.