BPBD Gunung Kidul mengantisipasi potensi bencana kekeringan

id kekeringan,air bersih,Gunung Kidul,BPBD Gunung Kidul

BPBD Gunung Kidul mengantisipasi potensi bencana kekeringan

Ilustrasi - Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Universitas Islam Indonesia (UII) terus menggencarkan pasokan air bersih di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. ANTARA/HO-ACT

Gunung Kidul (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi untuk membahas strategi menghadapi  kekeringan khususnya distribusi air bersih menjelang Lebaran 2021 di wilayah kekeringan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul Edy Basuki di Gunung Kidul, Senin, mengatakan dalam waktu ini, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, mulai dari pemerintah desa, kecamatan, PDAM, dan Paguyuban Air Minum Masyarakat Yogyakarta (Pamaskarta).

"Setiap instansi akan menyiapkan langkah mengatasi kekeringan sesuai penugasan masing-masing. Langkah tersebut juga disiapkan sesuai kemampuan tiap instansi," kata Edy.

Edy juga mengatakan BPBD juga pemetaan wilayah rawan kekeringan juga dilakukan bersama kecamatan. Berdasarkan hasil koordinasi dan kesepakatan bersama telan menetapkan indikator untuk menentukan potensi dampak kekeringan tersebut. Indikator mulai dari ketersediaan air di penampungan air hujan, penyaluran air bersih dari PDAM hingga potensi sumber mata air di wilayah setempat.

"Biasanya yang berpotensi kekeringan adalah wilayah yang belum ada jaringan PDAM dan Pamaskarta, hanya mengandalkan tampungan air hujan. Wilayah itu akan menjadi prioritas distribusi air bersih," katanya.

Selain itu, kata Edy, BPBD Gunung Kidul sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp700 juta untuk penanganan kekeringan tahun ini. Anggaran mayoritas digunakan untuk kebutuhan penyaluran air bersih. Pada 2020, serapannya hanya sekitar Rp350 juta hingga Rp400 juta karena musim keringnya cenderung pendek," kata Edy.

"Besaran anggaran penanganan bencana kekeringan setiap tahunnya hampir sama. Namun, penggunaan anggaran tersebut bergantung kebutuhan hingga lamanya dampak kekeringan yang timbul," katanya.

Sebelumnya, Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut musim kemarau sudah memasuki Gunung Kidul sejak akhir April lalu.

"Kondisi itu terutama dirasakan di wilayah selatan dan timur wilayah Gunung Kidul," kata Reni.