Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid menilai tindak pidana korupsi di Tanah Air masih sulit dihilangkan tanpa muncul kejutan luar biasa dalam upaya pemberantasan.
"Melihat perkembangan mutakhir, tanpa kehilangan optimisme kolektif sebagai bangsa tampaknya korupsi masih memerlukan waktu panjang untuk musnah dari bumi Indonesia, jika tidak ada kejutan luar biasa dalam pemberantasan," kata Fathul dalam webinar "Eksaminasi Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU KPK" dipantau di Yogyakarta, Sabtu.
Ia menyebut "kaderisasi" koruptor di Indonesia ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya.
Hal itu merujuk pada data yang dikumpulkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada semester pertama 2020. Dari 393 terdakwa kasus korupsi yang terdeteksi umurnya, sebanyak 14 orang di antaranya bahkan berusia di bawah 30 tahun.
Berikutnya, lanjut Fathul, data dari Mahkamah Agung (MA) sampai 18 September 2020 menguatkan temuan ICW tersebut, dimana dari 1.951 kasus korupsi di Indonesia, pelaku 553 (28,3 persen) kasus berusia antara 30-39 tahun.
"Ilustrasi singkat tersebut, seharusnya menjadi pembuka mata kita semua, akan risiko dahsyat korupsi terhadap bangsa Indonesia," kata dia.
Oleh karena itu, pemberantasan korupsi merupakan pekerjaan rumah besar yang harus segera diselesaikan.
Menurut dia, ada implikasi dari praktik korupsi pada kesejahteraan bangsa dalam horison waktu yang sangat panjang. Anggaran infrastruktur yang dikorupsi, misalnya, akan menghasilkan infrastruktur dengan kualitas lebih rendah, memperpendek umur, serta menambah biaya perawatan.
"Menghambat distribusi komoditas pokok, menjadikan harga komoditas semakin mahal, menurunkan daya beli warga negara, dan ujungnya dapat berupa pemiskinan warga negara yang lebih luas," ujar Fathul.
Sebagai bentuk kontribusi memperkuat pemberantasan korupsi, Pimpinan UII melakukan kajian dan ikut memberikan catatan saat RUU KPK keluar.
"Tampaknya suara kami dan gemuruh penolakan di banyak penjuru Indonesia belum mendapatkan respons yang memadai, sampai akhirnya UU KPK disahkan oleh DPR RI pada 17 September 2019," kata dia.
Pada awal November 2019, UII memutuskan memohon judicial review atas UU KPK tersebut.
"MK menolak permohonan formil dan menyetujui beberapa permohonan materiil kami meski dengan argumen yang berbeda. Saya personal mengikuti pembacaan putusan tersebut dari menit awal sampai akhir yang memakan waktu hampir sehari penuh," kata dia.
Untuk jajaran pimpinan UII, sebut Fathul, permohonan judicial review adalah bentuk jihad konstitusional dan bukti mencintai Indonesia.
"Kami sadar putusan MK bersifat final, tetapi kami masih galau dan mencari cara meyakinkan diri bagaimana memahami secara logika dan argumen yang dibangun dalam putusan tersebut, menjadi ilmiah," kata dia.
Berita Lainnya
Tanah 5.911 m2 milik Andhi Pramono di Kepulauan Riau disita KPK
Senin, 18 Maret 2024 15:09 Wib
Dugaan korupsi pendanaan di LPEI dideteksi sejak 2019
Senin, 18 Maret 2024 12:44 Wib
Lakukan pungli, 15 pegawai KPK diberhentikan sementara
Sabtu, 16 Maret 2024 8:49 Wib
Ratusan miliar rupiah, korupsi di PT Taspen
Sabtu, 9 Maret 2024 1:20 Wib
Kasus penyidikan korupsi PT Taspen, tujuh lokasi digeledah KPK
Sabtu, 9 Maret 2024 0:39 Wib
RSA UGM mencanangkan Zona Integritas Bebas Korupsi
Jumat, 8 Maret 2024 16:00 Wib
Saat geledah rumah Hanan Supangkat, KPK temukan uang belasan miliar rupiah
Kamis, 7 Maret 2024 20:45 Wib
KPK: Terjadi penggelembungan harga di korupsi rumah jabatan DPR
Rabu, 6 Maret 2024 21:22 Wib