APTI DIY: Harga tembakau anjlok

id tembakau

APTI DIY: Harga tembakau anjlok

Sejumlah pengurus APTI memberikan keterangan terkait hasil Munas IV/2021 (ANTARA/HO-APTI)

Yogyakarta (ANTARA) - Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Djuwari mengatakan kemarau basah yang ditandai dengan turunnya hujan menyebabkan harga tembakau anjlok.

"Tembakau grade A (paling jelek) saat ini hanya laku Rp19 ribu per kilogram, kemudian grade B laku Rp25 ribu dan grade C Rp47 ribu. Padahal, sebelumnya harganya di atas angka itu, bahkan untuk grade C bisa laku Rp70 ribu per kilogram," kata Djuwari di Yogyakarta, Rabu.

Dalam keterangannya usai Munas IV APTI, 28-29 September 2021, Djuwari mengatakan para petani tidak menyangka jika harga jual tembakau hasil panen saat ini akan anjlok.

"Meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan soal kemarau basah, kami tidak menyangka kalau harga jual tembakau akan jatuh sedemikian rupa. Harga jual tembakau saat ini jauh di bawah perkiraan semula," katanya.

Meskipun dihantui kemarau basah, menurut dia, para petani awalnya masih berharap setidaknya dapat menjual tembakau dengan harga yang lebih baik.

"Kalaupun tidak mampu mengejar harga seperti tahun-tahun keemasan tembakau, kami berharap masih bisa meraih untung. Namun, harganya di luar perkiraan sehingga kami merugi," katanya.

Keluhan yang sama juga disampaikan oleh petani tembakau di luar DIY, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali.

Petani tembakau dari Temanggung, Jawa Tengah, Siamin mengatakan harga daun tembakau dari daerah di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing saat ini juga jatuh.

"Saat ini harga jual tembakau petani di Temanggung juga jauh di bawah harapan. Tembakau dengan kualitas terbaik yang dipetik saat ini hanya laku dengan harga Rp45 ribu per kilogram," katanya.

Ketua Umum DPN APTI terpilih Soeseno mengatakan tekanan yang dirasakan terhadap industri hasil tembakau (IHT) memang semakin berat. Dari mata rantai IHT, mata rantai paling hulu yakni petani yang selamai ini paling tertekan, baik karena cuaca yang kurang bersahabat maupun karena faktor kebijakan pemerintah yang tidak kunjung berpihak ke petani.

"Dalam membuat kebijakan terutama cukai, pemerintah selama ini hanya memandang rokok dari sisi industri. Padahal cukai yang dikenakan terhadap rokok, akan langsung berdampak pada mata rantai tembakau sejak hulu sampai hilir, mulai dari budidaya tanaman tembakau hingga pemasaran rokok, yang di dalamnya ada unsur petani, buruh, dan karyawan pabrik," katanya.

Menurut Soeseno, IHT adalah salah satu industri padat karya yang mampu  menyediakan lapangan kerja hingga lebih dari 6  juta orang, baik di sektor budidaya tembakau atau petani, hingga buruh dan karyawan pemasaran rokok.

"Saat ini IHT baru berupaya pulih dari tekanan akibat pandemi, yang membawa dampak langsung pada penurunan volume industri hingga 9,7 persen pada 2020. Pada semester 1 tahun 2021 juga masih turun 5,7 persen," katanya.