Beri dampak psikologis, kekerasan seksual kepada jurnalis perempuan

id kekerasan,pelecehan ,seksual,jurnalis ,perempuan

Beri dampak psikologis, kekerasan seksual kepada jurnalis perempuan

Wakil Atase Pers Kedubes AS di Jakarta, Nicholas B Geisinger dalam diskusi "Akhiri Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan, di Jakarta, Rabu. (Antara/ Azis Kurmala)

Jakarta (ANTARA) - Wakil Atase Pers Kedubes AS di Jakarta, Nicholas B Geisinger mengatakan kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan memberikan dampak secara psikologis dan profesional.

"Setiap 25 November kita memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Hari ini kita memperbaharui komitmen kita mengenai kesetaraan gender, kualitas gender dan mengakhir kekerasan berdasarkan gender," ujar Nicholas B Geisinger dalam diskusi "Akhiri Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan, di Jakarta, Rabu.

Geisinger mengatakan banyak jurnalis perempuan mengalami kekerasan saat bekerja, seperti perundungan, serangan secara daring (online attacks), pelecehan verbal dan sebagainya.

Ia mengatakan kekerasan maupun pelecehan seksual memberikan dampak secara psikologis terhadap jurnalis perempuan yang menjadi korban.



Sementara itu, Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bidang Jender, Anak, dan Kelompok Marjinal, Nani Afrida, mengatakan jurnalis perempuan saat melakukan peliputan mengalami kekerasan fisik.

"Jurnalis perempuan yang menerima kekerasan seksual jarang sekali melaporkan namun saya percaya kasus kekerasan seksual yang menimpa jurnalis perempuan banyak," kata dia.

pada 2020, lanjut dia, AJI Jakarta melakukan survey mengenai kekerasan seksual terhadap jurnalis yang melibatkan 34 jurnalis (laki-laki dan perempuan).



"Hasilnya 25 dari 34 jurnalis menjadi korban kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan saat melakukan peliputan antara lain pegawai pemerintah, pegawai swasta, atasan, rekan jurnalis, demonstran,militer/polisi, dosen, dan lainnya," kata Nani.

Ia mengatakan jenis kekerasan antara lain : perkosaan, catcalling (penyerangan yang dilakukan pelaku melalui ekspresi verbal seperti siulan, suara kecupan, dan gestur main mata dengan tujuan untuk mendominasi dan membuat korban merasa tidak nyaman), pelecehan, kekerasan sesual secara daring, humor seksis, stalking ( kegiatan melihat-lihat kegiatan orang lain melalui sosial media), dan lainnya.

"Biasanya kasus kekerasan seksual jarang dilaporkan terutama jika pelakunya merupakan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi. jurnalis perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual sering mencoba untuk melaporkan kasus yang menimpanya kepada ruang redaksi, namun masih ada ketidaksamaan persepsi mengenai apakah ini pelecehan atau kekerasan seksual. Sehingga ini menjadi tantangan bagi AJI untuk memberikan informasi apa itu pelecehan dan kekerasan seksual," kata Nani.