Sultan HB X mendorong penguatan desa mandiri budaya

id Sultan,Desa mandiri budaya,Yogyakarta

Sultan HB X mendorong penguatan desa mandiri budaya

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (ANTARA/Luqman Hakim)

Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mendorong penguatan Desa Mandiri Budaya (DMB) dengan memperhatikan keterlibatan warga dalam pengelolaannya.

Sultan dalam "Sharing Session Leadership: Penguatan Desa Mandiri Budaya" di Yogyakarta, Senin, mengatakan bahwa kesuksesan DMB tergantung pengorganisasian dan SDM pelakunya.

"Saya menunggu munculnya embrio gagasan tentang bentuk simplifikasi struktur organisasi dan hubungan fungsional lintas OPD itu karena program DMB melibatkan 15 OPD DIY dan OPD kabupaten/kota," kata dia.



Sultan menuturkan DMB adalah sebentuk desa model yang dikelola secara terpadu dengan tetap memperhatikan peran warga dalam pengelolaannya.

DMB menjadi penting, menurut dia, karena memiliki berbagai peran strategis, dan bisa memberikan identitas desa yang spesifik. Dampak dari penetapan desa model itu, memotivasi peningkatan kesadaran dan peranserta warga dalam DMB.

Dalam pengelolaan DMB, ia mengusulkan diterapkan simplifikasi pengorganisasian lintas struktural dan fungsional (Cross Structural and Functional Organization) dengan membentuk Satgas Semi Full-Time.



"Untuk satgas ini pemimpin timnya sekda didampingi Ketua Harian Paniradya Pati dan Wakilnya yakni Kepala Biro Organisasi yang didukung SDM Pejabat Eselon 3 OPD terkait yang kompeten di bidang pengorganisasian," kata Sri Sultan.

Gubernur DIY berharap pendekatan sosial untuk mengembangkan potensi desa dimaksimalkan sesuai dengan profil setiap desa.

"Jika keunggulan itu dilancarkan dengan strategi desa melayani kota, maka desa bisa menjadi sentra pertumbuhan. Maka, pembangunan desa oleh kabupaten, harus diprioritaskan. Karena relevan untuk mengakselerasi pembangunan desa, dimana sumber potensinya ada di desa," tutur Sultan.



Sultan yang juga Raja Keraton Yogyakarta ini berpesan pengembangan desa budaya jangan dimaknai sebagai "dhawuh dalem" seorang Sultan kepada kepala OPD sebagai abdi.

"Kerancuan cara pengabdian ini bisa jadi sekadar digunakan 'payung-lindung' atas ketidakmampuan atau miskinnya inovasi dan matinya kreativitas untuk menjalankannya," kata Ngarsa Dalem.

Ia berharap nilai-nilai budaya tidak sekadar dimaknai secara harfiah tetapi harus dikembangkan nilai gunanya bagi warga serta perlu diterapkan secara kontekstual mengikuti tantangan zaman.


 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024