Yogyakarta (ANTARA) - Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan vaksinasi mampu mengurangi risiko keparahan pasien yang terjangkit COVID-19 varian Omicron.
"Kalau cakupan vaksinasi sudah baik dan selama protokol kesehatan (prokes) juga baik maka tidak perlu khawatir berlebihan," kata Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM dr Gunadi saat ditemui di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Selasa.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (26/11) mengklasifikasikan varian B11529 atau Omicron yang muncul di Afrika Selatan sebagai SARS-CoV-2 sebagai varian yang perlu diwaspadai.
Menurut Gunadi pengakuan dari sejumlah dokter di Afrika Selatan yang terkonfirmasi terpapar COVID-19 varian Omicron mengindikasikan bahwa varian itu tidak menimbulkan gejala berat bagi penderita yang telah divaksin.
"Kalau kita melihat penjelasan dokter di Afrika Selatan itu kan tidak ada gejala batuk tapi hanya pegal-pegal. Itu pun (diketahui terinfeksi Omicron) karena kebetulan mereka melakukan tes PCR," kata dia.
Meski belum bisa disamakan dengan varian Delta, menurut dia, varian itu juga memungkinkan menurunkan tingkat efikasi vaksin namun tidak sampai menimbulkan dampak keparahan tinggi hingga kematian bagi pasien yang telah tervaksinasi.
"Seperti saat Delta kemarin, vaksin masih cukup efektif meskipun turun efektivitasnya, tapi dalam mencegah keparahan dan mencegah kematian itu kan masih sangat efektif," kata dia.
Selain itu, lanjut Gunadi, cakupan penularan Omicron juga diperkirakan dapat dihambat dengan semakin luasnya cakupan vaksinasi di Tanah Air.
Perkiraan itu, menurut dia, berdasarkan laporan kasus penularan Omicron di Afrika Selatan yang lebih banyak menginfeksi warga berusia 18 sampai 34 tahun yang sebagian besar belum mendapat suntikan vaksin.
"Saya kira vaksinasi dan protokol kesehatan adalah dua perlindungan yang cukup. Jadi kalau mendapat kesempatan vaksinasi saya harap harus diambil," ujar dia.
Meski demikian, varian itu patut diwaspadai karena memiliki mutasi sekitar 50 dengan 30 mutasi berada di spike protein S pada SARS-CoV-2 sehingga diperkirakan memiliki daya penularan lebih besar dibandingkan varian Delta yang hanya memiliki mutasi 23 dengan 38 di spike protein S.
"Tapi itu baru hipotesis yang masih perlu dibuktikan dengan riset yang lebih banyak," kata dia.
Seperti varian Delta, ia menambahkan, varian Omicron terbukti menginfeksi pasien yang sudah pernah terinfeksi COVID-19.
Berita Lainnya
Masyarakat jangan egois hadapi COVID-19 subvarian baru
Selasa, 9 Januari 2024 17:51 Wib
Dua pasien JN.1 di Batam meninggal dunia
Rabu, 27 Desember 2023 7:09 Wib
Menkes prediksikan kasus COVID-19 turun pada Februari 2024
Jumat, 22 Desember 2023 17:50 Wib
Subvarian Omicron BQ dan XBB dari Eropa dan AS, ungkap China
Kamis, 5 Januari 2023 5:48 Wib
Ini tanggapan China soal antipandemi Jepang
Rabu, 28 Desember 2022 6:06 Wib
250 juta warga China diperkirakan tertular COVID-19 selama Desember
Senin, 26 Desember 2022 13:46 Wib
China hentikan publikasi data COVID-19
Senin, 26 Desember 2022 6:54 Wib
Tujuh warga China sepekan meninggal terkena COVID-19
Kamis, 22 Desember 2022 6:04 Wib