ITS mengembangkan alat deteksi dini COVID-19 melalui batuk

id its surabaya,pengendalian covid-19,inovasi kesehatan

ITS mengembangkan alat deteksi dini COVID-19 melalui batuk

Alat deteksi dini COVID-19 bernama elBicare Cough Analyzer yang dikembangkan Tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. ANTARA/HO-Humas ITS

Surabaya (ANTARA) - Tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan alat diagnosa kesehatan bernama elBicare Cough Analyzer, yang dapat mendeteksi dini COVID-19 melalui batuk, berdasarkan suara paru-paru.

"Alat elBicare Cough Analyzer mampu mendeteksi penderita COVID-19 tanpa harus melakukan kontak langsung," ujar Ketua Tim ITS Dr. Dhany Arifianto, melalui keterangannya di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, elBicare Cough Analyzer yang diimplementasikan di rumah sakit mampu memberikan perlindungan awal bagi tenaga kesehatan yang rentan tertular COVID-19 dari pasien.

"Inovasi ini tak hanya dikembangkan untuk menangani pandemi saat ini, namun juga ditujukan untuk penyakit pernapasan yang menular lainnya," ucap dosen Departemen Teknik Fisika ITS itu.

Dhany menjelaskan bahwa elBicare Cough Analyzer dilengkapi dengan mikrofon bersensor tipis dan kecil yang berguna untuk menangkap suara di sekitar alat.

Suara yang masuk selanjutnya akan dianalisia, apakah termasuk suara batuk atau bukan oleh algoritma pada prosesor alat yang telah dirangkai tim peneliti.

"Daya jangkau tangkapan suara oleh alat ini mencapai 10 meter," kata Kepala Pusat Penelitian Internet of Things dan Teknologi Pertahanan ITS tersebut.

Lebih lanjut, Dhanny menuturkan bahwa suara batuk akan diklasifikasikan lagi ke dalam dua kategori, yaitu batuk yang terindikasi COVID-19 dan non-COVID-19.

Batuk yang dikategorikan sebagai batuk nonCOVID-19 pun, menurut dia, akan dideteksi lagi penyebabnya, misalnya batuk normal, batuk gejala tuberkulosis (TBC), bronkitis dan gejala lainnya.

"Pengelompokan ini didasarkan pada penyesuaian frekuensi, amplitudo dan komponen harmonik suara paru-paru," tutur lelaki yang menyelesaikan studi magister dan doktoralnya di Tokyo Institute of Technology, Jepang, tersebut.

Hasil analisis elBicare Cough Analyzer terhadap penyebab batuk akan tersimpan dan terintegrasi otomatis, yang kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth.

Dhany bersama delapan anggota tim lainnya ini memastikan bahwa ke depannya tim akan mengembangkan distribusi data menggunakan bantuan wifi.

"ElBicare Cough Analyzer mampu bertahan selama 20 jam penggunaan yang terus-menerus," katanya.

Data pengelompokan batuk non-COVID-19 didapatkan melalui penelitian mandiri tim yang anggotanya terdiri dari tiga mahasiswa ITS jenjang sarjana (S1), dua mahasiswa ITS jenjang magister (S2), dan tiga orang dokter (salah satunya spesialis paru) dari Universitas Airlangga (Unair).

Sementara itu, terkait data penelitian batuk gejala COVID-19 didapatkan melalui penelitian yang bekerja sama dengan University of Cambridge, Inggris.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024