Krisis Kashmir memanas, Air jadi senjata baru di medan geopolitik

id kashmir,perselisihan air lembah indus,hubungan india-pakistan,india,pakistan,sumber daya air,ketersediaan air,konflik gl Oleh M Razi Rahman

Krisis Kashmir memanas, Air jadi senjata baru di medan geopolitik

Pendukung Partai Liga Muslim Markazi Pakistan (PMML) memprotes penangguhan pakta pembagian air antara India dan Pakistan dalam sebuah demonstrasi di Karachi, Pakistan, pada Kamis (24/4/2025). ANTARA/Anadolu/aa.

Jakarta (ANTARA) - Kashmir kembali bergejolak setelah sekelompok orang bersenjata melepaskan tembakan ke arah wisatawan di Pahalgam, sebuah tujuan wisata populer di Kashmir, pada 22 April lalu, yang mengakibatkan sedikitnya 26 insan meninggal dunia.

Serangan yang mengerikan dan salah satu yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir ini di Kashmir telah mendapat kecaman dari banyak pihak. Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk aksi serangan itu serta menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga para korban.

Sekjen PBB juga menekankan bahwa serangan terhadap warga sipil tidak dapat diterima dalam kondisi apa pun. Pesan yang serupa juga datang dari berbagai pemerintahan dan lembaga yang berpengaruh di tingkat internasional dari berbagai lintas golongan.

Selain sebagai sebuah tindakan terorisme yang tidak berperikemanusiaan, aksi di Kashmir ternyata juga tidak hanya mengakibatkan ketegangan antara India dan Pakistan, dua pihak yang kerap berselisih soal Kashmir.

Kantor berita Anadolu memberitakan bahwa dampak kejadian itu mengakibatkan hubungan antara India dan Pakistan jatuh ke titik terendah, antara lain dengan langkah New Delhi yang menangguhkan Perjanjian Air Indus (Indus Waters Treaty/IWT).

IWT itu mengatur penjatahan air dari enam sungai di daerah aliran sungai Indus antara dua negara bersenjata nuklir tersebut. IWT mengalokasikan tiga sungai di sisi timur (Ravi, Beas, dan Sutlej) di lembah Sungai Indus ke India, sementara 80 persen dari tiga sungai di sebelah barat (Indus, Jhelum, dan Chenab) ke Pakistan.

BBC melaporkan bahwa penangguhan penerapan IWT itu merupakan satu dari beberapa langkah yang diambil India setelah New Delhi menuding Pakistan telah mendukung terorisme lintas batas, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Islamabad.

Islamabad menegaskan bahwa keputusan tersebut amat "sembrono" dan memperingatkan bahwa tindakan apapun oleh India untuk mengalihkan atau menghentikan aliran air ke Pakistan akan dianggap sebagai "tindakan perang".

Pakistan juga mengingatkan bahwa Perjanjian Air Indus yang dimediasi oleh Bank Dunia dan diteken pada September 1960 itu tidak mencantumkan mekanisme untuk menangguhkan perjanjian secara sepihak.

BBC memaparkan pula bahwa perselisihan air Indus ini sebenarnya tidak hanya terjadi saat ini, tetapi sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Sejumlah perselisihan di masa lalu terjadi seperti Pakistan yang menolak proyek pembangunan PLTA dan infrastruktur air India, dengan alasan bahwa proyek tersebut melanggar IWT karena akan mengurangi aliran air ke Pakistan, padahal 80 persen lebih pertanian dan sekitar sepertiga PLTA Pakistan bergantung pada air Indus.

India sendiri juga telah berulang kali mengupayakan adanya peninjauan ulang terhadap IWT, dengan alasan adanya perubahan kebutuhan pada saat ini untuk irigasi, air minum, hingga tenaga air, yang terdampak dari beberapa faktor seperti perubahan iklim.

Berbagai perselisihan itu biasanya dilakukan melalui jalur hukum di tingkat mediasi internasional, tetapi ini pertama kalinya terjadi rencana penangguhan IWT secara sepihak.

BBC mengungkapkan bahwa berbagai ahli sebenarnya menyatakan bahwa hampir mustahil bagi India untuk menahan puluhan miliar meter kubik air dari sungai-sungai barat selama periode aliran tinggi. Hal itu karena India tidak memiliki infrastruktur penyimpanan besar-besaran dan kanal-kanal ekstensif.

Namun, beberapa ahli mengingatkan bahwa jika India mulai mengendalikan aliran air dengan infrastruktur yang mumpuni, maka Pakistan dapat merasakan dampaknya selama musim kemarau, ketika ketersediaan air sudah berada pada titik terendah.