Membuka akses buruh miliki saham perusahaan, tak sekadar mimpi

id Buruh,saham perusahaan,ESOP,perusahaan koperasi,saham buruh,tenaga kerja,BUMN,hari buruh,mayday,1 Mei,Kesejahteraan buru Oleh Hanni Sofia

Membuka akses buruh miliki saham perusahaan, tak sekadar mimpi

Sejumlah buruh mengikuti aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Dalam peringatan tersebut, buruh membawa beberapa tuntutan di antaranya penghapusan sistem outsourcing, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Realisasi Upah Layak. ANTARA FOTO/Fauzan/YU

Jakarta (ANTARA) - Di tengah dominasi sistem ekonomi kapitalis yang berkembang pesat, muncul tren yang menarik yakni membuka akses buruh untuk memiliki dan mengelola perusahaan.

Fenomena ini bukanlah sebuah revolusi instan, tetapi sebuah gerakan yang mulai memperoleh tempat di berbagai belahan dunia.

Bahkan di negara-negara dengan sistem ekonomi kapitalis yang kuat, seperti Amerika Serikat dan Inggris, terdapat inisiatif yang memungkinkan buruh ikut memiliki saham perusahaan.

Contoh paling awal muncul pada 1974 di Amerika Serikat, program Employee Stock Ownership Plan (ESOP), yang didorong oleh Undang-Undang ERISA tahun 1974 memberi insentif bagi perusahaan agar menyediakan saham bagi karyawannya.

Begitu pula di Inggris,sejak 1980-an, program seperti Save As You Earn (SAYE) dan Share Incentive Plans (SIP) memungkinkan pekerja membeli saham melalui pemotongan gaji secara berkala.

Langkah ini bertujuan untuk memberi buruh hak atas keuntungan dan kontrol terhadap perusahaan. Sebab, selama ini, banyak yang berpendapat bahwa apa yang tidak dimiliki, tak bisa dikendalikan.

Namun, gerakan ini bukan hanya tentang pembagian saham. Ada juga langkah yang lebih radikal, yaitu penciptaan koperasi pekerja.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, mengatakan, gerakan buruh yang lebih radikal diwujudkan dengan membangun koperasi pekerja (worker cooperative). Dalam model ini, buruh tidak hanya memiliki saham, tetapi juga menjadi pemilik penuh perusahaan dan memiliki hak suara yang sama dalam setiap pengambilan keputusan.

Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang itu mencontohkan kesuksesan koperasi pekerja yang menarik perhatian dunia yakni Uralungal Labour Contract Co-operative Society (ULCCS Ltd) di Kerala, India.

Koperasi ini dimulai dengan buruh kontrak yang ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih stabil dan berkembang pesat hingga mencakup proyek-proyek besar, seperti pembangunan jalan raya, jembatan, dan bangunan lainnya.

Baca juga: KSPI sebut janji Presiden Prabowo saat May Day bukti keberpihakan

Keberhasilan ULCCS bukan hanya terletak pada keberhasilannya dalam mengerjakan proyek besar, tetapi juga pada komitmen mereka terhadap kualitas dan pembagian keuntungan yang adil.

Di sisi lain dunia, di negara bagian Basque, Spanyol, sebuah koperasi pekerja yang dikenal dengan nama Mondragon Cooperative, telah berhasil mengubah nasib para buruh yang awalnya hanya bekerja di sektor teknis.

Koperasi ini, yang dimulai dengan hanya lima orang, kini telah berkembang menjadi perusahaan besar yang melibatkan sekitar 80.000 pekerja dan menguasai berbagai sektor industri, termasuk ritel dan pendidikan.

Prinsip "satu orang, satu suara" dalam pengambilan keputusan menjadi landasan utama koperasi ini, yang memungkinkan setiap anggotanya berperan aktif dalam pengambilan keputusan strategis.

Menurut Suroto yang juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) itu, kisah-kisah sukses ini menunjukkan bahwa model kepemilikan buruh dapat diterapkan dalam berbagai sektor dan memberi dampak positif baik dari segi kesejahteraan pekerja maupun kinerja perusahaan itu sendiri.

Dalam koperasi pekerja, buruh memiliki kesempatan untuk berkembang, mengatur masa depan mereka, dan menikmati hasil dari jerih payah mereka secara adil.

Baca juga: Prabowo lepas baju safarinya saat lagu buruh berkumandang di Monas