Jakarta (ANTARA) - PT Garuda Indonesia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI, mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang menyebabkan lonjakan harga tiket pesawat, terutama sejak 2019.
Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani, menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang menyebabkan harga tiket pesawat terbang semakin mahal.
Pertama, sejak tarif batas atas (TBA) terakhir disusun pada 2019, biaya operasional maskapai mengalami perubahan signifikan, terutama terkait dengan harga avtur dan biaya pemeliharaan pesawat.
Faktor kedua adalah dampak dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sejak 2019, perubahan nilai tukar yang signifikan telah memberikan dampak besar bagi maskapai, terutama dalam komponen biaya yang menggunakan dolar AS.
Selain itu, Wamildan juga menyebutkan bahwa margin keuntungan maskapai saat ini sangat ketat, membuat maskapai rentan terhadap penurunan jumlah penumpang atau load factor.
"Penurunan load factor 3-5 persen sangat mempengaruhi margin profit maskapai," ungkap Wamildan.
Baca juga: Garuda pastikan seluruh armada pesawat layak terbang
Sebagai gambaran, biaya penerbangan rute Cengkareng-Denpasar pada 2019 tercatat sebesar Rp194 juta, namun pada 2023, biaya tersebut melonjak menjadi Rp269 juta, atau naik sebesar 38 persen.
Kenaikan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk biaya yang dihitung dalam dolar AS, seperti pemeliharaan, perbaikan dan operasi pesawat (MRO), serta biaya sewa pesawat dan pemasaran serta service semakin memperparah tekanan margin maskapai.
Wamildan juga mencatat, nilai tukar dolar yang naik sekitar 14-15 persen sejak 2019, langsung berimbas pada pengeluaran maskapai.
Berdasarkan data dari International Air Transport Association (IATA), terlihat bahwa meski seluruh sektor penerbangan mengalami peningkatan margin sejak 2012 hingga 2019, maskapai penerbangan justru tidak mendapatkan keuntungan yang signifikan, bahkan sebelum pandemi melanda.
Menanggapi kondisi ini, Garuda Indonesia mengusulkan penyesuaian tarif batas atas (TBA). Wamildan mengatakan, proses finalisasi penyesuaian TBA dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub sedang berjalan.
"Perhitungan tarif yang sebelumnya hanya berdasarkan jarak, kini akan mempertimbangkan juga lamanya penerbangan atau block hour," jelas Wamildan.
Baca juga: Kemenag dan Garuda Indonesia teken MoU penerbangan haji 2025
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Garuda Indonesia ungkap alasan harga tiket pesawat mahal