Jakarta (ANTARA) - Rencana pemerintah menghapus batas usia kerja dalam proses rekrutmen dinilai sebagai langkah strategis dalam merespons maraknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyebut kebijakan ini bisa membuka peluang kerja bagi kelompok usia dewasa yang paling terdampak PHK.
“Penghapusan batas usia ini bisa dibilang menjadi peluang bagi mereka yang kehilangan pekerjaan di usia dewasa (30-40 tahun) bahkan lebih dari 40 tahun,” ujar Nailul saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Ia menilai, banyak pekerja yang terkena PHK pada usia 30-an hingga 40-an kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali, padahal pada usia tersebut kebutuhan hidup justru meningkat. Pembatasan usia kerja, menurutnya, telah lama menjadi bentuk diskriminasi yang menghambat kesempatan kerja.
“Saya mendukung upaya pemerintah untuk menghapus batas usia dan narasi ‘berpenampilan menarik’ dalam iklan lowongan kerja, terutama untuk pembatasan usia. Terlebih batas usia sangat diskriminatif terhadap individu,” tegasnya.
Baca juga: Kejagung dalami dugaan kasus korupsi pemberian kredit PT Sritex
Lebih lanjut, Nailul menjelaskan bahwa alasan di balik praktik pembatasan usia kerja sering kali berkaitan dengan upaya perusahaan menekan biaya tenaga kerja.
Dengan merekrut pekerja muda, perusahaan berharap dapat memberikan upah lebih rendah, namun strategi ini berdampak negatif bagi korban PHK yang kemudian terpaksa beralih ke sektor informal tanpa jaminan kesejahteraan.
“Akibatnya, di usia yang tidak muda lagi, korban PHK beralih ke sektor informal yang tidak memberikan kesejahteraan yang lebih baik,” tambahnya.
Ia juga mengkritisi syarat “berpenampilan menarik” dalam proses rekrutmen, yang dinilainya sangat subjektif dan tidak relevan dengan kompetensi kerja.
“Jadi, saya melihat langkah penghapusan pembatasan usia pekerja dan narasi ‘berpenampilan menarik’ sudah tepat,” ujarnya.
Baca juga: Disnakertrans Kulon Progo buka layanan konsultasi bagi pekerja terdampak PHK
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pihaknya masih mengkaji lebih lanjut usulan penghapusan batas usia dalam rekrutmen tenaga kerja. Jika telah final, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam bentuk regulasi, baik berupa imbauan maupun surat edaran.
“Insya Allah akan kita respons segera dengan suatu imbauan dan SE (surat edaran),” ungkap Menaker Yassierli.
Pemerintah sebelumnya juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 terkait larangan penahanan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja oleh pemberi kerja. Kebijakan ini menyusul banyaknya laporan praktik penahanan ijazah di berbagai perusahaan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 20 Mei 2025, jumlah kasus PHK di Indonesia telah mencapai 26.455.
“Jawa Tengah masih yang tertinggi, nomor dua Jakarta, nomor tiga Riau. Untuk sektornya ada di pengolahan, perdagangan besar eceran, dan jasa,” ungkap Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri.
Baca juga: Pemerintah gerak cepat! Rapat di Istana bahas nasib ribuan buruh Sritex
Baca juga: Pemerintah cari solusi untuk ribuan korban PHK Sritex
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom nilai penghapusan batas usia kerja solusi di tengah PHK