Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Kebudayaan menetapkan 32 karya budaya yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia pada 2024.
"Ini adalah salah satu wujud pengakuan tertinggi atas 'values' yang menjadi jati diri DIY," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat acara penyerahan sertifikat WBTb Indonesia di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan di Yogyakarta, Senin.
Sertifikat penetapan 32 WBTb itu diserahkan secara simbolis oleh Sultan HB X kepada perwakilan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat serta pemerintah kabupaten/kota se-DIY.
Ia mengatakan pelestarian WBTb bukan sekadar menjaga tradisi, tetapi juga menjaga nilai-nilai, makna, dan fungsi sosial budaya, agar tetap hidup dan terintegrasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pelestarian WBTb, katanya, harus menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan yang memperkuat identitas, menguatkan kohesi sosial, sekaligus menjadi sumber kreativitas dan kesejahteraan masyarakat.
Di tengah arus modernisasi, urbanisasi, dan komersialisasi pariwisata, dia mengakui, banyak tradisi yang kehilangan konteks sosial dan makna spiritual.
"Ritual-ritual yang sebelumnya sarat nilai spiritual dan berfungsi sebagai perekat komunitas, saat ini berisiko menjadi sekadar tontonan wisata. Keterampilan tradisional, mulai dari kerajinan tangan, teknik bertani tradisional, hingga seni pertunjukan klasik, terancam punah karena minimnya regenerasi," kata dia.
Oleh karena itu, Sri Sultan menilai, paradigma pelestarian dari kegiatan simbolik dan seremonial perlu bergeser menjadi upaya yang transformatif dan partisipatif.
Dia menekankan tiga hal penting dalam pelestarian WBTb di DIY, pertama DIY tidak boleh sekadar menjadi etalase budaya yang hanya memamerkan masa lalu.
Kedua, pelestarian budaya harus menjadi bagian integral strategi pembangunan daerah berbasis nilai lokal seperti gotong royong dan keselarasan dengan alam, dan ketiga, pendekatan lintas sektor seperti pendidikan, ekonomi, hingga tata ruang harus diperkuat agar warisan budaya benar-benar hidup dan berkembang sesuai konteks zaman.
"Begitu pula, penting bagi seluruh elemen untuk paham, bahwa pelestarian yang sejati tidak mungkin tercapai tanpa keterlibatan aktif komunitas dan generasi muda sebagai pemilik dan penjaga tradisi," ujar Raja Keraton Yogyakarta ini.
Dari 32 karya budaya DIY yang ditetapkan sebagai WBTb, lima di antaranya berasal dari Keraton Yogyakarta yakni Dialek Boso Bagongan, Srimpi Irim-Irim, Golek Jangkung Kuning, Bedhaya Durma Kina Gaya Yogyakarta, dan Tari Klana Raja.
Kabupaten Bantul menerima sertifikat atas lima karya budaya (Ampo Imogiri, Bakda Mangiran, Labuhan Hondodento, Tradisi Emprak, dan Adrem), Kabupaten Sleman menerima sertifikat atas delapan karya budaya (Jathilan Lancur, Mitos Gunung Merapi, Tambak Kali, Jadah Tempe, Apem Wonolelo Sleman, Cethil, Tempe Pondoh, dan Ayam Goreng Kalasan).
Kabupaten Kulon Progo menerima sertifikat atas empat karya budaya (Nawu Sendang Kulon Progo, Kethak Kulon Progo, Jenang Lot, dan Gula Kelapa Kulon Progo), dan Kota Yogyakarta menerima sertifkat atas enam karya budaya (Cublak-Cublak Suweng Yogyakarta, Tari Wira Pertiwi, Tari Kuda-Kuda, Ketan Lupis Yogyakarta, Becak Yogyakarta, dan Kopi Joss).
Kabupaten Gunungkidul menerima sertifikat atas empat karya budaya, yakni Tradisi Sambatan Gunungkidul, Upacara Adat Bersik Kali Gunungkidul, Upacara Adat Njaluk Udan Andongsari, dan Gudeg Bonggol Gedhang.
"Pada tahun 2024 adalah perolehan penetapan WBTb DIY menjadi WBTb Indonesia terbanyak sepanjang tahun sejak tahun 2013. Tentu saja prestasi dan juga tantangan berat pada proses pelestarian," ujar Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi.