Shanghai (ANTARA) - Badan Perfilman Indonesia (BPI) menjajaki kerja sama dengan pelaku industri film di China agar nantinya akan ada lebih banyak film tanah air yang ditonton masyarakat di negara tersebut.
"China ini kan pasarnya besar sekali ditambah kultur kita lebih dekat dengan China dibanding misalnya ke Hollywood, jadi peluangnya besar sekali," kata Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru kepada ANTARA pada sela-sela acara "Indonesian Movie Cocktail Reception" di Shanghai pada Selasa malam (17/6).
Acara tersebut dilangsungkan untuk memperkenalkan film-film Indonesia kepada pelaku industri film maupun masyarakat China di Shanghai, khususnya film "Air Mata Buaya" (Crocodile Tears) yang berhasil lolos seleksi dalam Shanghai International Film Festival (SIFF) ke-27 pada 13-22 Juni.
"Kami mulai dengan 'networking' karena secara kultur kita dekat dengan China sehingga dapat mudah merasakan emosi, beda dengan film Amerika misalnya, jadi saya sepakat ayo dengan China bersatu untuk mempertahankan kultur dan identitas kita sehingga jadi lebih mudah untuk masuk ke pasarnya," kata Gunawan.
Kerja sama lain menurut Gunawan juga terkait dengan drama seri vertikal yang sudah umum di China, ditonton di layar ponsel dengan tampilan vertikal.
"Orang sekarang menonton lewat 'handphone' jadi secara vertikal dan banyak di media sosial, untuk menonton film dengan durasi 1 jam penonton diminta membayar jauh lebih besar dibanding menonton bioskop karena harus membeli koin, ini saya juga minta teman-teman di Indoensia belajar ke China bagaimana 'story telling-nya' supaya orang penasaran dan mau menonton terus," kata Gunawan.
Sedangkan Sekretaris Umum Judith Dipodiputro mengungkapkan perfilman kita sebagai karya seni sudah maju luar biasa, tapi sebagai industri belum menghasilkan pergerakan ekonomi yang dapat berkontribusi pada pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Meski film-film Indonesia secara seni sangat berkualitas, tapi sebagai industri yang mendorong GDP maupun membuka lapangan kerja belum tampak menghasilkan padahal nilai-nilai kemajemukan Indonesia banyak yang bisa menjadi cerita film," ungkap Judith.
Ia pun mengundang para pelaku industri film di Tiongkok dapat datang ke Indonesia dan berkolaborasi dengan sineas Indonesia.
Sementara Konsul Jenderal RI Shanghai Berlianto Situngkir menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia dan China dapat bekerja sama menciptakan karya-karya sinema yang dinamis dan menarik sehingga mampu menjangkau lintas budaya.
"Kami mengagumi pencapaian Tiongkok dalam industri film, dari produksi kelas dunia, animasi, hingga integrasi teknologi digital dan kecerdasan buatan. Skala, kecanggihan, dan keterlibatan penonton di sini sungguh luar biasa," kata Berlianto.
Indonesia, lanjut Berlianto, ingin belajar, bekerja sama, bertukar pengetahuan, dan membangun bersama dengan mitra-mitra di China.