Tokyo (ANTARA) - Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba, Selasa (8/7), berjanji untuk mendirikan pusat komando baru di Sekretariat Kabinet awal pekan depan guna mengatasi tantangan yang berkaitan dengan penduduk warga negara asing (WNA) di Jepang, kata juru bicara pemerintah.
Isu tersebut telah menjadi salah satu topik utama selama kampanye resmi untuk pemilihan anggota majelis tinggi parlemen Jepang pada 20 Juli, dengan beberapa partai kecil berpendapat bahwa peraturan tentang orang asing yang tinggal di Jepang harus diperketat untuk "melindungi hak-hak orang Jepang."
"Mewujudkan masyarakat yang tertib termasuk penduduk asing adalah salah satu masalah kebijakan terpenting yang harus ditangani pemerintah," kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers rutin, menjelaskan rencana Ishiba.
Langkah tersebut tampaknya ditujukan untuk mendapat dukungan publik atas tanggapan pemerintah terhadap kontroversi yang berkaitan dengan penduduk asing, termasuk tuduhan penyalahgunaan sistem kesejahteraan nasional, menjelang pemilihan majelis tinggi yang penting.
Jumlah warga negara asing yang tinggal di Jepang mencapai rekor 3,76 juta pada akhir 2024.
Isu-isu tersebut telah mendorong beberapa partai oposisi konservatif kecil untuk mengambil sikap xenofobia terhadap penduduk asing, membuat pernyataan yang dapat dianggap sebagai ujaran kebencian dan mengeklaim bahwa budaya dan ekonomi Jepang harus dilindungi.
Pada Sabtu, Naoki Hyakuta, mantan novelis dan pemimpin Partai Konservatif Jepang, mengatakan pekerja asing "tidak menghormati budaya Jepang, mengabaikan aturan, menyerang orang Jepang, dan mencuri barang-barang mereka."
Sementara beberapa anggota partai oposisi dan unggahan media sosial mengaitkan orang asing dengan peningkatan kejahatan. Data polisi menunjukkan insiden yang melibatkan penduduk dari luar negeri telah menurun hingga 2022 dengan sedikit peningkatan pada 2023. Dalam satu dekade terakhir jumlah penduduk asing terlibat insiden adalah sekitr 2 persen.
Selama kampanye pemilihan majelis tinggi, kelompok oposisi kecil lainnya, Partai Sanseito, menarik perhatian di kalangan konservatif dengan pandangan nasionalis dan anti kemapanan dengan panji "Japanese First".
Hiroshi Shiratori, seorang profesor ilmu politik di sekolah pascasarjana Universitas Hosei, mengatakan tekanan tanpa henti terhadap biaya hidup pemilih "menyebabkan kemarahan yang tidak dapat disalurkan kepada orang asing."
Alih-alih berfokus pada pelemahan yen atau masalah ekonomi intrinsik lainnya, Shiratori mengatakan "perdebatan bahwa orang asing membuat Jepang miskin adalah hal yang gegabah, dan berisiko menyebabkan diskriminasi."
Sumber: Kyodo
