Bukan tidak memiliki teknologi modern, tapi semua dilaksanakan tim penyelamat demi asa mengevakuasi santri dengan selamat. Petugas memutuskan evakuasi dengan manual. Suara mesin pemotong besi bercampur dengan teriakan instruksi untuk berhati-hati karena setiap getaran berisiko memicu runtuhan baru.
“Lokasinya sangat berisiko. Kami harus masuk manual, bahkan merayap tiga jam untuk menembus sisa bangunan,” kata Direktur Operasi Basarnas, Yudhi Bramantyo di posko media center darurat.
Malam tiba, tapi evakuasi tetap berlanjut. Lampu sorot dipasang, menyinari puing yang menelan banyak santri. Bau debu dan keringat bercampur jadi satu, tetapi tak ada kata mundur. Setiap tubuh yang ditemukan, entah hidup atau tidak, disambut doa lirih dan sorakan kecil bercampur haru.
Baca juga: Basarnas kembali evakuasi empat korban Ponpes Al Khoziny
Lebih dari seabad
Pesantren Al-Khoziny sendiri bukan sekadar lembaga biasa. Berdiri sejak 1920 oleh KH Khozin, seorang ulama kharismatik yang merupakan menantu pengasuh Pesantren Siwalan Panji, pesantren ini telah menjadi pusat pendidikan agama di Sidoarjo.
Selama seabad lebih, ribuan santri datang menimba ilmu, menghafal Al-Qur’an, dan hidup dalam kebersamaan nan sederhana. Namun, sejarah panjang itu kini diuji oleh tragedi. Bangunan yang mestinya aman untuk belajar justru runtuh karena kelalaian dalam hal konstruksi.
