Kalau pemerintah bilang sudah melakukan kajian komprehensif, mana saya ingin tahu. Mestinya dokumen itu jadi dokumen publik bukan dirahasiakan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menekankan pentingnya kajian yang benar-benar komprehensif terkait pemindahan ibu kota negara karena ada berbagai konsep yang harus benar-benar didalami terkait dengan langkah kebijakan tersebut.

"Kalau pemerintah bilang sudah melakukan kajian komprehensif, mana saya ingin tahu. Mestinya dokumen itu jadi dokumen publik bukan dirahasiakan," kata Sigit Sosiantomo dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Sigit, sudah selayaknya bila anggota DPR juga diundang untuk terlibat secara aktif dalam membahas atau mendiskusikan terkait pemindahan ibu kota tersebut.

Politisi PKS itu juga mengingatkan bahwa sebuah ibu kota harus didukung dengan sumber daya manusia yang memadai karena bila tidak maka ke depannya tidak akan optimal.

Selain itu, ia berpendapat bahwa berbagai infrastruktur pendukung di sejumlah daerah yang masuk ke dalam daftar calon ibu kota dinilai belum terlalu memadai.

"Kami sudah mengunjungi daerah-daerah itu, saya kira belum level untuk sebuah ibu kota yang komprehensif. Bagaimana dengan bandaranya? Untuk ibu kota minimal ada bandara sebagai connectivity dengan daerah pendukungnya," katanya.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas memastikan kebutuhan anggaran pemindahan ibu kota negara tidak akan diambil dari penerimaan APBN murni yakni pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), namun dari kerja sama pemanfaatan aset baik di ibu kota baru maupun sekitar Jabodetabek.

"Artinya, kita berupaya tidak mengganggu sumber penerimaan murni APBN dan tidak mengganggu prioritas lain yang sudah ada dalam APBN tiap tahunnya yang seperti dinyatakan nantinya dalam RPJMN 2020-2024," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat jumpa pers RAPBN 2020 di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (16/8).

Estimasi Bappenas, pemindahan ibu kota negara akan menelan biaya sebesar Rp93 triliun dari APBN, sedangkan sisanya dari non-APBN baik itu dari swasta, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), maupun BUMN.

Bambang menuturkan, kebutuhan investasi untuk membangun pusat pemerintahan baru di Kalimantan secara total untuk tahap pertama dengan estimasi luas lahan 40.000 hektare dan target 1,5 juta orang yaitu Rp485 triliun.

"Untuk membangun pusat pemerintahan baru selama lima tahun ke depan sampai kota itu berfungsi kira-kira mencapai Rp500 triliun dengan APBN perannya itu adalah sekitar Rp93 triliun," ujar Bambang.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah belum mengandalkan belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 sebagai sumber anggaran pemindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta.

"Mengenai pemindahan ibu kota, memang kami tidak masukan dalam Rancangan APBN 2020 karena seperti dilihat prosesnya masih dalam perencanaan. Itu tergantung desain akhirnya," kata Sri Mulyani dalam Konfrensi Pers Nota Keuangan dan RAPBN 2020 di Jakarta, Jumat (16/8).

Menurut Bendahara Negara itu, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, pemindahan ibu kota dalam tahap awal tidak akan menggunakan belanja negara.

Baca juga: Tokoh Perbatasan dukung pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan

Baca juga: Analis: Jokowi perlu yakinkan berbagai pihak soal pemindahan ibu kota

Baca juga: Realisasikan pemindahan Ibu Kota, Hasto: Perlu GBHN

​​​​

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019