Saya mengimbau pihak kepolisian untuk bertindak proporsional dan profesional
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengatakan seluruh elemen masyarakat perlu membangun budaya dialog bukan bermain hakim sendiri dalam mengatasi berbagai masalah, salah satunya terkait kerusuhan di Manokwari, Papua Barat.

"Saya kira lebih baik kalau semua elemen masyarakat mengembangkan budaya dialog ketimbang main hakim sendiri lalu main kekerasan," kata Gomar kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Gomar mengajak kepolisian, tentara maupun pemerintah di Papua untuk menyikapi kekecewaan dan kemarahan masyarakat dengan arif dan bijaksana sekaligus membangun dialog dengan mereka.

Baca juga: Polri kerahkan tujuh SSK mengamankan situasi di Manokwari

"Saya memahami suasana batin masyarakat Papua. Saya memahami kemarahan yang timbul karena mereka menyambut saudara-saudara yang datang dari Jawa, dari Kalimantan, dari Sumatera ke Papua dengan tangan terbuka maka mereka berharap juga masyarakat Papua yang ada di luar Papua juga disambut oleh masyarakat lain sebagai bagian dari masyarakat Indonesia tapi kalau terjadi seperti kejadian-kejadian belakangan ini tentu saja kawan-kawan di Papua marah dan jengkel dan saya kira itu hanya luapan emosional dan dalam hal ini saya harap kita semua kembali membangun budaya dialog," ujarnya.

Dia menuturkan tindakan kepolisian untuk mengajak berdialog masyarakat Papua dinilai baik sebagai respons terhadap kerusuhan di Manokwari.

Baca juga: Sejumlah jalan utama di Manokwari lumpuh

"Emosi dan kemarahan ini harus diredam dengan pendekatan kultural, tidak dengan pendekatan kekerasan, dan itu imbauan saya kepada negara untuk melakukan pendekatan kultural terhadap masyarakat," tuturnya.

PGI juga mengimbau kepolisian bertindak proporsional dan profesional untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dan ketegangan di tengah masyarakat.

"Saya mengimbau pihak kepolisian untuk bertindak proporsional dan profesional artinya yang membuat kerusuhan yang harus ditangkap jadi jangan justru mahasiswa-mahasiswa Papua itu, mereka kan harus dilindungi, jadi ini kan terkesan orang-orang mahasiswa Papua-nya yang jadinya dipersekusi kan dan aparat negara mesti profesional dan proporsional dalam menangani ini," ujarnya.

Baca juga: Mendagri: Pelayanan di Manokwari tetap jalan

Dia mengatakan kepolisian punya itikad baik di balik tindakannya, namun jika tidak dilakukan secara proporsional maka akan menimbulkan prasangka dari masyarakat khususnya masyarakat Papua yang makin merasa terdiskriminasi.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur menegaskan tidak ada anggotanya yang mengucapkan kata-kata rasis saat mengamankan 43 mahasiswa Papua terkait adanya temuan pembuangan bendera Merah Putih di depan asrama Papua di Surabaya, Jumat (16/8).

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung Mangera di Surabaya, Senin, membantah adanya isu rasis dengan ucapan kata hewan terhadap mahasiswa Papua.

Baca juga: Kapolri menyesalkan adanya kerusuhan di Manokwari

"Kami jelaskan tidak ada anggota kepolisian yang menyampaikan hal tersebut (rasis). Kalaupun ada OKP (organisasi kepemudaan) kami akan lakukan penyelidikan," ujarnya.

Barung juga menegaskan, tidak ada penindasan dengan kata-kata rasis kepada mahasiswa Papua seperti isu yang beredar.

Mengenai aksi memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya yang digelar di beberapa kota di Papua dan Papua Barat, polisi berharap masyarakat melihat secara objektif terkait dugaan tindakan rasisme tersebut.

Baca juga: Manokwari macet akibat protes pemukulan mahasiswa di Surabaya

"Kepada masyarakat agar melihat secara objektif apa yang terjadi agar tidak terpancing sosial media, terpancing isu-isu yang tidak benar," katanya.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019