Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS memiliki opsi 'Purchase and Assumption' dan 'Bridge Bank' dalam melakukan resolusi bank selain likuidasi dan Penyertaan Modal Seme
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama otoritas keuangan negara-negara sahabat menggelar forum internasional mengenai kesiapan resolusi atau penanganan bank bermasalah yang terdampak gejolak ekonomi.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah di Nusa Dua, Bali, Rabu, mengatakan setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), masing-masing lembaga dan kementerian di sektor keuangan kini memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas dalam menangani potensi krisis maupun saat krisis sudah terjadi.

Begitu juga dengan LPS yang memiliki peranan dalam menangani bank-bank bermasalah agar tidak menyebabkan imbas negatif lanjutan ke sektor-sektor ekonomi lainnya.

"Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS memiliki opsi 'Purchase and Assumption' dan 'Bridge Bank' dalam melakukan resolusi bank selain likuidasi dan Penyertaan Modal Sementara (PMS)," kata Halim dalam Seminar bertajuk “Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness”.

"Purchase and Assumption" (PnA) merupakan wewenang LPS dalam menangani bank bermasalah. Dengan PnA, LPS dapat mencari bank(Assuming Bank) untuk membeli sebagian atau seluruh aset Bank Gagal serta mengambilalih sebagian atau seluruh kewajiban bank.

Sedangkan metode "bridge bank" atau bank perantara adalah wewenang LPS untuk mendirikan bank umum yang digunakan sebagai sarana resolusi dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban Bank bermasalah. Bank perantara ini selanjutnya akan menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain

"Terkait dengan tambahan opsi resolusi bank dan amanat sebagai penyelenggara PRP, LPS terus meningkatkan kemampuan dan kesiapannya antara lain melalui peningkatan kapasitas SDM baik dari sisi jumlah maupun kompetensinya, penyusunan kebijakan atau ketentuan terkait resolusi bank, dan ikut serta dalam simulasi pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan," kata Halim.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyampaikan bahwa LPS memiliki peran yang sangat penting dalam menangani krisis sistem keuangan yang membahayakan ekonomi nasional.

Jika Presiden, atas dasar rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), mengaktivasi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP), maka LPS yang menjadi ujung tombak pelaksanaan PRP tersebut.

"Agar LPS dapat melaksanakan peran tersebut secara optimal, Kementerian Keuangan berharap LPS dapat meningkatkan kesiapan pelaksanaan resolusi bank dan penyelenggaraan PRP melalui penyusunan kebijakandan penguatan koordinasi antar lembaga KSSK," ujarnya.

Topik yang dibahas pada seminar tahunan ini antara lain kondisi keuangan global terkini dan perkembangannya ke depan, pengalaman beberapa negara di Eropa dalam melakukan resolusi bank, dan perkembangan penyusunan Rencana Pemulihan dan Penanganan (Recovery and Resolution Plan/RRP) di Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Turut hadir dalam seminar ini, perwakilan otoritas keuangan seperti Kepala Departemen Resolusi Bank Sentral Portugal Joao Freitas, Wakil Kepala Unit Resolusi Bank di Bank Sentral Italia Roberto Cercone, serta perwakilan otoritas keuangan di Jepang dan Korea Selatan.

Baca juga: LPS sebut uang beredar sudah alami tren perlambatan sejak 2015

Baca juga: LPS targetkan premi restrukturisasi perbankan capai 2 persen PDB

Baca juga: LPS perkirakan bank mulai pangkas bunga deposito pada Oktober

 

 

 

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019