Jakarta (ANTARA) - Pertamina mencatatkan laba bersih sebesar 660 juta dolar AS atau Rp9,4 triliun pada semester 1 tahun 2019.

Angka ini meningkat signifikan sekitar 112 persen jika dibandingkan laba bersih periode sebelumnya yang sebesar 311 juta dolar AS atau Rp4,4 triliun.

Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa, menjelaskan, kenaikan laba bersih ini terutama dipicu oleh penurunan beban pokok penjualan sebesar 6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Baca juga: Pertamina serap FAME 3,2 juta KL

Penurunan beban ini salah satunya didorong oleh harga rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) pada semester 1-2019.

“Rata-rata ICP pada semester 1-2018 sekitar 66 dolar AS per barel, sementara pada semester 1 tahun ini sekitar 63 dolar AS per barel. Selain berdampak pada penurunan biaya bahan baku, secara bersamaan hal tersebut memang berpengaruh pada penurunan pendapatan. Namun karena dikombinasikan dengan efisiensi biaya operasional lainnya, biaya dapat ditekan lebih banyak lagi,” ujarnya.

Baca juga: Tahan penurunan produksi, Pertamina gelar delapan proyek pengurasan

Hal ini juga termasuk penurunan impor minyak mentah sebagai dampak dari penyerapan minyak mentah domestik yang semakin meningkat. Sampai dengan akhir Juli 2019, total kesepakatan pembelian minyak mentah dan kondensat dari KKKS domestik mencapai 123,6 MBCD.

Dengan demikian, marjin juga menjadi lebih baik di kisaran 14 persen untuk Gross Profit Margin dan 8 persen untuk Operating Profit Margin. Peningkatan kinerja ini juga tercermin dari arus kas bersih dari aktivitas operasi yang makin kuat yaitu 1,57 miliar dolar AS, meningkat 2 kali lipat dari posisi semester 1 tahun lalu, yaitu 756 juta dolar AS.

Meskipun terdapat peningkatan pada aktivitas investasi dan pembayaran pinjaman, cash-on-hand tetap terjaga di level 7,38 miliar dolar AS, lebih baik daripada semester 1 tahun lalu.

Di sisi kinerja operasional hulu, produksi minyak mentah Pertamina tetap digenjot naik menjadi 413 ribu barel minyak per hari (MBOPD), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 385 MBOPD. Dalam konteks kemandirian energi dan ketersediaan energi berkualitas tinggi, prestasi terdepan proyek strategis yang berhasil diselesaikan adalah Proyek Langit Biru Cilacap.

Proyek senilai 392 juta dolar AS ini telah beroperasi dan menghadirkan BBM berkualitas di Indonesia setara dengan EURO 4 dengan total kapasitas yang meningkat mencapai 1,6 juta barel per bulan.

Selain itu, peningkatan volume penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada semester pertama tahun 2019 mencapai sebesar 34,1 juta KL. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 33,9 juta KL.

Sementara itu, untuk penjualan produk non-BBM juga mengalami peningkatan dari periode sebelumnya sebesar 7,9 juta KL menjadi 8,3 juta KL. Bahkan sejak Mei 2019, Avtur dan Solar sudah tidak perlu diimpor karena telah dapat dipenuhi dari produksi kilang Pertamina.

Pahala menambahkan selain mencatatkan kinerja keuangan yang membaik, Pertamina juga meraih sejumlah pencapaian yang berarti selama pertengahan awal tahun ini, di antaranya, kemajuan positif dalam pembangunan RDMP dan GRR ataupun proyek infrastruktur migas lainnya. Masuknya Pertamina ke dalam daftar Fortune Global 500 yaitu pada peringkat 175 turut membuktikan pencapaian tinggi Pertamina saat ini.

Peringkat ini lompat 78 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya yang ada di peringkat 253. Pencapaian lain yang patut dicatat adalah keberhasilan Pertamina dalam melaksanakan Program BBM Satu Harga di 154 titik, yang makin mendekati target yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 160 titik hingga akhir 2019.

"Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan semua stakeholder sehingga Pertamina dapat menjalani semester I 2019 dengan sejumlah pencapaian. Kami optimistis kinerja perusahaan akan terus positif hingga akhir tahun," katanya.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019