Karena itu, hidup matinya partai politik tergantung hasil pemilu
Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi mengatakan, idealnya dalam sistem multipartai sebagaimana yang dianut Indonesia saat ini, tidak perlu ada pembatasan partai politik (parpol) sebagai peserta pemilu.

Namun fakta menunjukkan bahwa hak rakyat untuk membentuk partai di Indonesia sudah sangat overdosis, sehingga perlu pembatasan partai politik peserta pemilu yang diatur melalui regulasi, kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Selasa.

Baca juga: Pengamat: Parpol agar siapkan kaderisasi dengan sungguh-sungguh

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan sistem multipartai yang dianut dan wacana menaikkan ambang batas perolehan suara minimal parpol dalam pemilu (parliamentary threshold/PT) dari empat dalam Pemilu 2019 menjadi lima persen Pemilu 2024 dan berlaku secara nasional.

Menurut dia, PT merupakan sarana untuk menyeleksi partai politik yang mendapatkan dukungan rakyat secara formal melalui pemilu.

Karena itu, hidup matinya partai politik tergantung hasil pemilu, kata Ahmad Atang.

Dia mengatakan, dengan usulan menaikkan PT 5 persen di satu sisi akan memperketat kompetisi politik antarpartai pada pemilu mendatang, namun di sisi lain akan memperkecil pilihan politik masyarakat.

Apalagi jika PT ini akan berlaku secara nasional maka peluang partai papan bawah akan gulung tikar, kata mantan Pembantu Rektor I UMK itu.

Bagi partai kelas menengah ke atas, PT 5 persen bukan ancaman akan eksistensi partai, namun partai level bawah justru akan melalukan perlawanan terhadap wacana ini.

Menurut dia, dengan memperketat PT, memberikan perspektif baru bagi publik untuk lebih selektif dalam memilih partai politik sebagai kendaraan.

Baca juga: KPU tetapkan 9 Parpol lolos ke parlemen

Begitu juga PT ini akan mengendalikan perilaku elit yang suka pindah dari satu partai ke partai yang lain, karena keterbatasan partai peserta pemilu.

Karena itu, manaikkan PT, menurut dia, sangat berasalasan agar kualitas demokrasi dapat terukur dan pola pikir politik publik lebih berbobot, katanya.

 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019