Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menganjurkan masyarakat untuk mewaspadai dan mendeteksi kandungan boraks serta formalin pada jajanan anak dengan menggunakan bunga kencana.

“Dampak boraks dan formalin itu sangat berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan otak anak-anak kita. Meskipun penyalahgunaan boraks dan formalin sudah menurun, namun kita sebagai orang tua harus tetap waspada,” kata Ketua Program Aksi UI untuk Negeri dari Departemen Kimia Kedokteran FKUI dr Ade Arsianti M.Si dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Masyarakat hanya perlu mengekstrak bunga kencana atau nama lainnya bunga ruellia dengan menumbuknya hingga halus dan ditambahkan sedikit air. Ekstrak bunga kencana tersebut hanya perlu diteteskan pada sampel makanan yang juga sudah ditumbuk halus ditambah dengan sedikit air. Bunga ruellia mudah tumbuh di berbagai tempat dan dapat ditemukan di pinggir jalan.

Dalam program penyuluhan FKUI kepada orang tua di wilayah Depok Jawa Barat, Ade mengatakan peralatan yang bisa digunakan yaitu ulekan, pipet tetes, wadah berongga kecil seperti palet cat air, sampel makanan, air putih dan beberapa kuntum bunga Ruellia.

Setiap sampel makanan ditaruh di rongga palet cat air. Bisa diberikan label nama untuk menandai makanan apa saja yang diujikan untuk memudahkan identifikasi makanan. Selanjutnya hanya perlu meneteskan ekstrak bunga ruellia pada masing-masing sampel makanan dan amati perubahan warna yang terjadi.

Apabila makanan positif mengandung boraks maka warnanya akan berubah menjadi hijau karena pH boraks sekitar 9-11. Sedangkan jika makanan positif mengandung formalin, maka warnanya akan berubah menjadi coklat-kemerahan karena pH formalin sekitar 5-6.

Sementara makanan yang bebas formalin dan boraks akan tetap berwarna ungu seperti warna asli ekstrak bunga atau tidak mengalami perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi sangat singkat hanya beberapa menit saja sudah bisa terlihat hasilnya.

Baca juga: FKUI dorong doktor lakukan penelitian berdampak langsung ke masyarakat

Dalam penyuluhan tim FKUI kepada 50 ibu-ibu PKK dan pedagang di Kelurahan Ratu Jaya Kecamatan Cipayung Kota Depok, dilakukan uji coba deteksi boraks dan formalin tersebut. Hasilnya beberapa makanan yang di uji coba saat itu memberikan hasil yang positif mengandung formalin dan boraks.

“Kini, ibu bisa melakukan tes terhadap jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anaknya, mudah dan cepat hanya dalam hitungan menit saja. Semoga dengan adanya edukasi ini, para orang tua dapat melindungi anak dari bahaya boraks dan formalin,” ujar Dr. Ade.

Boraks sejatinya digunakan untuk membuat campuran detergen, glasi enamel gigi buatan, plastik, antiseptik, pembasmi serangga, dan pengawet kayu. Demikian pula dengan formalin, bahan ini biasanya digunakan sebagai pengawet pada mayat, bahan tambahan kosmetik, perabot kayu, dan desinfektan kuat.

Bila tertelan dalam jumlah tinggi Boraks dapat meracuni sel-sel tubuh dan menyebabkan kerusakan usus, hati, ginjal dan otak. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama, maka dapat menyebabkan kerusakan hati dan kanker.

Efek buruk boraks bekerja pada jangka waktu lama, ia akan tertimbun dan terakumulasi terlebih dahulu dalam tubuh, kemudian akan menimbulkan efek samping seperti pusing, mual, muntah, diare, kejang bahkan koma. Kandungan boraks sebanyak 5 gram saja pada anak kecil dan bayi bisa menyebabkan kematian.

Makanan yang mengandung boraks dan formalin sekilas tidak akan berbeda tampilannya secara visual. Ciri makanan yang mengandung boraks dan formalin biasanya tidak mudah hancur, kenyal, sangat renyah, tahan lebih dari tiga hari (tidak busuk dan berjamur), berwarna lebih mencolok, dan juga tidak dikerubungi oleh lalat dan semut.

Baca juga: Dekan FKUI: Masyarakat kerap tak sadar idap hepatitis
Baca juga: Pakar: Konsumsi daging berlebih bisa sebabkan sembelit


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019