Jakarta (ANTARA News) - Kian berkurangnya ruang terbuka tempat bermain bagi anak menjadi salah satu pemicu meningkatnya anak-anak jalanan di kota-kota besar di Indonesia. Menurut Psikolog anak Lina e. Muksin, M.Psi di sela-sela acara Markas Petualangan Taro (MPT) yang digelar bersama Unilever dan Jakarta Green & Clean (JGC) di Jakarta, Selasa, setiap anak memiliki jiwa petualang dan mereka mulai mengenal lingkungan di luar rumah sebagai tempat aktivitas petualangan mereka. Namun sayang, di kota-kota besar lahan ruang bermain bagi anak kian terbatas. "Tak heran jika banyak anak bermain di ruang terbuka yang bukan difungsikan sebagai lahan bermain yakni jalanan. Apabila kondisi ini tidak diakomodir dengan baik, maka akan menjerumuskan anak untuk menyerap secara langsung apa yang ia temukan di lingkungannya itu," kata Lina menjelaskan. Pengaruh lingkungan yang diserap langsung oleh anak bisa berakibat buruk, seperti anak usia dini yang mulai merokok, tingginya angka anak jalanan, serta hal-hal negatif lainnya. Sebagai contoh kondisi di kota Jakarta, di mana ruang ruang terbuka bebas terus berkurang. Ruang terbuka hijau di ibukota negara pada 2002 hanya tersisa 5.059 Ha (9%) dari luas DKI yang selebar 66.152 Ha. Lina menegaskan bahwa kurangnya lahan bermain dapat menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah anak jalanan. "Mereka ingin sesuatu yang baru sehingga lingkungan di luar rumah menjadi tujuan mereka berpetualang." Oleh karena itu, kata Lina, di tengah kian sempitnya ruang bermain bagi anak-anak di kota-kota besar, program-program pemberdayaan masyarakat untuk lebih peduli kepada anak-anak sangat diperlukan sebagaimana yang dilakukan PT Unilever Indonesia Tbk bersama JGC ini. Sementara itu, Marketing Manager Modern Snacks & Beverages Unilever, Adeline Ausy Setiawan, menyatakan bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) Unilever yang bertajuk "Markas Petualangan Taro" ini merupakan bentuk kepedulian perusahaannya terhadap masalah-masalah lingkungan dan masyarakat. "Kami menyadari, untuk mewujudkan misi sosial ini kami tidak dapat melakukannya sendiri, maka kami menggandeng JGC yang telah sukses dengan program pemberdayaan masyarakat untuk lebih peduli mencintai lingkungan. Dan untuk mengimplementasikannya kami bermitra dengan masyarakat, PKK, psikolog dari Propotenzia dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk saling bahu-membahu demi mewujudkan karakter anak yang unggul," kata Ausy. Menurut Ausy, pada tahap awal MPT digelar di 25 RW (Rukun Warga) yang tersebar di DKI Jakarta, dengan masing-masing wilayah Kotamadya dipilih lima titik. Ke-25 titik ini merupakan proyek awal Unilever. General Manager Yayasan Unilever Peduli, Sinta Kaniawati, memaparkan bahwa berdasarkan pengamatan area JGC masih kekurangan sarana untuk bermain anak, padahal lingkungan tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan lahan yang tersedia sebagai sarana anak untuk berpetualang. Oleh karena itu pihaknya menggandeng Taro untuk menggarap program sosial kemasyarakatan yang dapat mengeliminir masalah kurangnya lahan bermain buat anak-anak. Pogram MPT dikemas dengan misi agar semua anak tetap bisa tumbuh sesuai dengan kebutuhan usianya sehingga mereka berkembang dengan masa kanak-kanak yang lebih menyenangkan dan bermakna. Menurut Brand Manager Taro Amalia Sarah Santi, "MPT mengajak masyarakat luas untuk berperan serta menjadi sahabat bermain dan pelindung (anak), dimana mereka bisa mendapatkan dukungan dan membangun harapan bersama." Berdasarkan riset Propotenzia di beberapa wilayah di DKI, hubungan antara orang tua dan anak kurang berjalan maksimal ini dikarenakan 83% orang tua cenderung mengalami stres. Oleh karena itu peran orang tua dalam mengasuh anak kurang efektif. Dampaknya anak cenderung kurang optimal dalam perkembangan psikososialnya yaitu penggambaran citra diri yang negatif, kurang dapat mengendalikan emosi, kurang harmonis dengan orang tua, dan tidak dapat bersosialisasi dengan baik. (*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008