Jakarta (ANTARA) - Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Kalimantan Farid Nurrahman memperkirakan pengaruh pembangunan ibu kota negara yang baru terhadap emisi gas rumah kaca akan terlihat pada lima tahun pertama.

"Mungkin akan goyah di lima tahun pertama, dalam artian meningkat," katanya dalam acara bincang-bincang bertajuk Ecofriendly Capital of Indonesia di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, pada awal pembangunan ibu kota baru emisi karbon akan naik akibat pembukaan lahan-lahan baru.

Emisi gas rumah kaca, ia mengatakan, bisa diturunkan dengan menerapkan kebijakan jangka panjang yang antara lain mencakup penghijauan di pusat-pusat perkotaan.

"Otomatis emisinya akan turun secara bertahap," kata dia.

Guna mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca pada lima tahun pertama pembangunan ibu kota baru, Farid menyarankan pemerintah Indonesia mencontoh Kota London yang mengenakan pajak untuk bangunan penyumbang emisi.

Pungutan pajak dari penyumbang emisi karbon itu, menurut dia, selanjutnya digunakan untuk penghijauan kawasan ibu kota.
​​​​​​​
Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan pihak lain.

Menurut organisasi internasional antar-pemerintah Global Green Growth Institute (GGGI), komitmen kementerian dan pemerintah provinsi menjadi kunci utama dalam upaya mencapai target tersebut.

Baca juga:
GGGI: Indonesia punya 'safeguards' lingkungan bagus pindahkan ibu kota
Konsep ibu kota baru sekaligus untuk perbaiki lingkungan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019