Jakarta (ANTARA) - Kelompok warga sipil menyampaikan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo, meminta pemerintah melakukan tindakan nyata untuk mengatasi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Pulau Kalimatan dan Sumatera.

Surat terbuka itu ditandatangani oleh perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Greenpeace Indonesia, Gerakan IBUKOTA, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Konsorsium Pembaruan Agraria, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Rimbawan Muda Indonesia, Solidaritas Perempuan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

"Situasi ini sudah darurat, di mana korban yang paling depan atau paling banyak merasakan dampak kabut asap ini adalah kelompok rentan seperti balita, anak-anak, perempuan dan lansia," kata Dewan Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid dalam konferensi pers di kantornya di Mampang, Jakarta Selatan, Senin.

Ia mengatakan bahwa seharusnya kondisi darurat akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa dicegah dan cepat ditanggulangi karena bukan kali pertama Indonesia mengalami peristiwa tersebut.

Khalisah juga mengkritik pernyataan beberapa pejabat yang menurut dia menyudutkan masyarakat adat dan peladang.

Ketua Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Siti Rakhma, yang ikut menandatangani surat terbuka untuk Presiden, mengatakan bahwa kondisi darurat asap di Sumatera dan Kalimantan saat ini menimbulkan pertanyaan, mengapa tidak ada tindakan cepat dari pemerintah untuk mengatasinya.

"Sekali lagi yang dituduh adalah masyarakat atau peladang membakar lahan, yang sebenarnya sudah kearifan lokal mereka melakukan itu," kata Rakhma.

Dalam surat terbuka mereka, koalisi masyarakat sipil di antaranya meminta Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah tanggap darurat, membangun sistem respons cepat, dan melakukan peninjauan ulang izin perusahaan yang terbukti lahannya memiliki titik api.

Baca juga:
Walhi dan KKI Warsi Jambi nilai penegakan hukum karhutla lambat
KLHK segel 10 konsesi perusahaan diduga penyebab karhutla Riau

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019