Publik belum sepenuhnya mengetahui manfaat dari produk tembakau alternatif.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar) dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo mengatakan informasi mengenai produk tembakau alternatif masih minim sehingga menimbulkan opini yang beragam tentang produk tersebut.

“Untuk saat ini, konsumen belum mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai produk tembakau alternatif. Kondisi ini menciptakan opini beragam bagi produk tersebut,” kata Ariyo dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut Ariyo, publik belum sepenuhnya mengetahui manfaat dari produk tembakau alternatif. Padahal, di sejumlah negara maju, produk yang merupakan hasil pengembangan inovasi dan teknologi dari industri rokok ini digunakan untuk menekan angka perokok. Strategi ini diambil setelah negara-negara tersebut melakukan kajian ilmiah.

“Inggris, Kanada, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru, sudah menerapkan produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokok dan memperkuatnya dengan regulasi,” jelasnya.

Sebelumnya, Tikki Pangestu, mantan Director Research Policy dan Cooperation Department World Health Organization dan Visiting Professor Lee Kuan Yew School of Public Policy National University Singapore, mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hak terhadap standar kesehatan yang tinggi, termasuk memilih produk dengan risiko lebih rendah.

Baca juga: BPOM tegaskan tidak ada izin edar rokok elektronik

“Kebijakan pengurangan bahaya tembakau adalah suatu tanggung jawab etika dan moral,” kata Tikki.

Sementara itu, dalam kesempatan lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menegaskan lembaga tersebut tidak mengeluarkan izin edar vape atau rokok elektronik karena mengandung zat berbahaya.

"Itu sudah jelas BPOM tidak mengeluarkan izin edarnya," kata dia.

Secara teknis atau tugas dan fungsi, BPOM hanya mengawasi label, kandungan rokok seperti nikotin dan sebagainya. Bahkan, instansi tersebut telah melakukan kajian terkait bahaya rokok elektronik.

"Kami sudah memberikan hasil kajian tentang bahaya rokok elektronik kepada kementerian yang lebih berhak untuk regulasinya," tambah dia.

Hasil kajian tersebut telah disampaikan langsung kepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan agar segera mengambil kebijakan tentang bahaya rokok elektronik. Posisi BPOM adalah mengawasi peredarannya.

Secara tegas, Penny menyatakan keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal namun BPOM tidak bisa melakukan penindakan karena tidak ada payung hukumnya.
Baca juga: Kematian akibat Vape di Amerika hendaknya jadi pelajaran Indonesia

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019