Makau (ANTARA) - "Nggak ada. Kami sudah melihat. Sistem mereka sudah bagus."

Pelaksana Konsul Jenderal RI untuk Hong Kong dan Makau Mandala S Purba menjawab pertanyaan ANTARA terkait adanya keraguan sejumlah pihak pada masa depan Hong Kong di bawah prinsip "Satu Negara, Dua Sistem" setelah wilayah administratif itu dilanda serangkaian aksi unjuk rasa belakangan ini.

Menurut Mandala, prinsip yang berjalan sejak kembalinya Hong Kong ke China pada 1997 itu sudah bagus sehingga kota berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa itu mampu mempertahankan eksistensi sebagai salah satu pusat perekonomian di Asia.

Kalau pun akhir-akhir ini dilanda berbagai unjuk rasa, masa depan Hong Kong yang menjalankan praktik One Country, Two Systems itu tidak akan berubah.

Baca juga: Tur PGA Hong Kong batal gara-gara unjuk rasa

Baca juga: Kepolisian Hong Kong tangani bentrokan pendemo di mal

Tidak ada yang bisa memastikan kapan aksi massa tersebut reda, namun Mandala melihat dengan adanya pola pengamanan yang akhir-akhir ini makin ketat telah menjadikan Hong Kong relatif stabil dibandingkan beberapa waktu sebelumnya.

"Tidak seperti dulu yang bebas-bebas saja. Sekarang kalau ke bandara, (ditanya) mau apa? Kalau ada pemberitahuan ada demo di bandara, siapa pun yang akan ke bandara ditanya sama polisi. Kalau ada orang Hong Kong tidak bawa ID (kartu identitas) dan tidak bawa tiket pesawat, ya, tidak boleh ke Bandara," ujarnya.

Oleh karena itu, dia mendukung upaya aparat keamanan setempat dan berharap pengetatan keamanan terus dilakukan guna menjamin stabilitas Hong Kong.

Tentu saja dengan kalangan dunia usaha yang juga mendambakan kondisi keamanan di Hong Kong tetap terpelihara dengan baik agar kerja sama ekonomi dengan Indonesia berjalan semestinya.

Kalau pun situasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini berpengaruh terhadap situasi di Hong Kong, Mandala menganggapnya tidak terlalu signifikan dan sama sekali tidak membahayakan eksistensi "Satu Negara, Dua Sistem" itu.

Baca juga: Bursa Hong Kong ditutup menguat, indeks Hang Seng naik 0,22 persen

Baca juga: Cathay Pacific tangguhkan penjualan tiket di Bandara Hong Kong
​​​​​

Indonesia sangat berkepentingan dengan stabilitas keamanan di Hong Kong, mengingat 180.000 warga negara Indonesia tinggal di kota berstatus wilayah administrasi khusus di bawah pemerintah pusat China itu.

Kalau unjuk rasa terus berlangsung, tidak bisa dibayangkan bagaimana masa depan sedikitnya 174.000 tenaga kerja Indonesia yang menggantungkan nasibnya kepada para majikan di Hong Kong.

Kabar mengenai krisis di Hong Kong telah menyebar sangat cepat hingga seluruh pelosok perdesaan di pesisir selatan Pulau Jawa yang merupakan wilayah asal mayoritas TKI di Hong Kong.

Hampir semua warga desa di Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tahu dengan apa yang terjadi di Hong Kong akhir-akhir ini.

Mereka mendapatkan kabar langsung dari keluarganya yang bekerja di sektor informal di Hong Kong.

Baca juga: Menlu pastikan tak ada WNI terdampak langsung unjuk rasa di Hong Kong

Baca juga: Kemlu minta WNI tunda perjalanan ke Hong Kong
 
Komunitas TKI yang gemar memainkan angklung mempersiapkan diri sebelum tampil bersama rekan pekerja mereka dari Filipina di panggung hiburan di kawasan Central, Hong Kong, Minggu (3/3). Para TKI yang tergabung dalam sanggar Saung Angklung Hong Kong itu sering tampil di berbagai acara, baik yang diselenggarakan oleh Perwakilan RI maupun pemerintah setempat. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie


Miris, prihatin, dan penuh ketidakpastian menggelayuti para keluarga TKI akan kerabat mereka yang menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja di Hong Kong.

Namun, Mandala memastikan bahwa pemerintah Indonesia akan memberikan perlindungan bagi semua WNI di Hong Kong dan dia meyakini majikan para TKI di Hong Kong memberikan perhatian kepada.

"Misalnya, kalau ada warga kita yang telat pulang, majikan kadang menjemputnya. Hampir tidak ada warga kita yang telantar di tengah jalan karena tidak bisa pulang. Semua lancar," ujar Mandala saat ditemui di sela-sela Festival Kuliner dan Budaya Nusantara di Taipa House Museum, Makau, itu, Sabtu.

Para TKI juga dapat sewaktu-waktu mengontak keluarganya di kampung halaman dengan fasilitas "panggilan video" untuk mengabarkan kondisi dirinya yang baik-baik saja.

Oleh karena itu, Mandala berkeyakinan bahwa situasi di Hong Kong akhir-akhir ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap arus tenaga kerja dari Indonesia.

Terlebih setelah dia bertemu dengan para penyalur TKI di Hong Kong pada 1 dan 12 September 2019 untuk menanyakan kondisi terakhir arus pengiriman TKI.

"Apakah jumlah TKI kita turun? Tampaknya tidak. Jumlah TKI masih pada kisaran 174 ribu," ujarnya.

Kalau pun ada TKI yang pulang, dia menganggapnya sebagai hal biasa sesuai kontrak kerja yang berlaku.

"Mungkin (TKI yang pulang) karena kontrak habis. Diberhentikan oleh majikan atau yang bersangkutan karena sakit. Itu biasa. Jadi bukan karena maraknya demo akhir-akhir ini," ujarnya menambahkan.

Baca juga: Unjuk rasa di Hong Kong tak berdampak terhadap TKI

Baca juga: Marak, kasus TKI kerja di Hong Kong-China


Mengenai kuota pengiriman tenaga kerja yang diberikan Hong Kong, juga bisa dipenuhi oleh pihak perusahaan penyalur tenaga kerja di Indonesia.

"Yang batalkan kontrak kerja juga tidak ada. Kami selalu mengamati siklusnya, yang datang berapa dan yang pulang berapa. Kalau saya lihat tidak terlalu banyak yang pulang. Kalau ada yang pulang mungkin tidak sampai satu persen," kata Mandala.

KJRI juga sangat aktif mengeluarkan imbauan agar jangan sampai ada warga negara Indonesia yang mendekati lokasi unjuk rasa, apalagi ikut terlibat.

Demikian pula dampak terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia, menurut dia, juga tidak terlalu signifikan.

"Penjual warung-warung makan kita ini biasanya padat, tapi pada hari Sabtu dan Minggu agak sepi. Ada pengaruh, tapi tidak terlalu signifikan," kata Mandala.

Minimnya dampak demonstrasi di Hong Kong dengan aktivitas perekonomian Indonesia-Hong Kong juga ditunjukkan dengan kedatangan 140 peserta dari Indonesia dalam "Belt and Road Summit" di Hong Kong pada 11-12 September 2019.

"Tidak saja para pengusaha dari Indonesia, ada juga gubernur Kalimantan Utara dan bupati Sorong. Mereka melakukan pertemuan bisnis dengan para pengusaha Hong Kong. Artinya 'kan kalau terpengaruh, nyatanya pengusaha kita datang dalam jumlah besar," kata dia.

Demikian pula dengan asosiasi pengusaha Hong Kong juga tidak segan menjajaki usaha di Indonesia, salah satunya baru-baru ini asosiasi pengusaha mainan berkunjung ke Sulawesi Utara untuk menjajaki peluang investasi.

Baca juga: Hong Kong identifikasi 50 proyek investasi infrastruktur

Baca juga: Presiden Jokowi jaring investasi Hong Kong

 

Pemerintah Benahi Kesulitan WNI di Hong Kong

Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019