Politik demokratis adalah bagian dari ruh kebangsaan dalam memuliakan dan menggembirakan serta merawat keragaman untuk meningkatkan persatuan di dalam perbedaan serta mewujudkan impian bersama.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan mengatakan lobi politik yang MPR lakukan telah berhasil menghadirkan tradisi politik yang patut dijaga bagi kehidupan demokrasi di Indonesia.

Lobi politik pertama terjadi saat menghadirkan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilihan Umum 2019, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla.

"Sesuai amanah Pasal 9 ayat 1 UUD 1945, MPR juga melakukan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2014 yang dihadiri seluruh anggota MPR serta Calon Presiden dan Wakil Presiden pada Kontestasi Pemilu 2014 Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa," ujar Ketua MPR saat sidang paripurna masa akhir jabatan MPR di Jakarta, Jumat.

Pelantikan itu, kata dia, berdasarkan upaya lobi dari Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta sehingga menghasilkan proses peralihan kekuasaan yang damai, demokratis dan bermartabat. "Berdasarkan itu sebetulnya kami melakukan lobi bersama Oesman Sapta, sehingga Pak Prabowo pada hari itu bersedia hadir," ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu.

Zulkifli mengatakan kehadiran kedua calon Presiden dan Wakil Presiden adalah tradisi yang baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Politik demokratis, menurut dia, adalah bagian dari ruh kebangsaan dalam memuliakan dan menggembirakan serta merawat keragaman untuk meningkatkan persatuan di dalam perbedaan serta mewujudkan impian bersama.

Selain hadirnya Prabowo, upacara pelantikan itu memiliki makna peralihan kekuasaan yang demokratis. Karena secara simbolik, ada penyerahan kursi kepresidenan oleh Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden kesebelas Boediono disaksikan Presiden Ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Kelima, Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden kesembilan, Hamzah Haz, istri dari Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemilihan Umum serta tamu undangan lain yang jumlahnya ribuan orang.

Baca juga: Sidang akhir masa jabatan MPR diawali dengan penyampaian dukacita

Baca juga: MPR selenggarakan sidang akhir masa jabatan

Baca juga: MPR gelar sidang paripurna akhir masa jabatan 2014-2019


Lobi politik kedua adalah upaya yang dilakukan MPR dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar dilakukan juga oleh Pemerintah.

Upaya tersebut membuat Pemerintah membentuk badan khusus yang dinamakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), mendorong pemerintah memasukkan Bhinneka Tunggal Ika masuk dalam semua kurikulum pendidikan mulai dari taman kanak-kanak. Zulkifli mengatakan, MPR juga memberi rekomendasi untuk melakukan reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan model Garis Besar Haluan Negara sebagai haluan penyelenggaraan negara juga telah ditindaklanjuti pemerintah.

Melalui kegiatan dengar pendapat dengan masyarakat, berbagai kajian oleh Badan Pengkajian MPR, yang didukung oleh Lembaga Pengkajian MPR, Zulkifli merasa perlu memberikan rekomendasi agar hasil aspirasi dan kajian yang telah diperoleh dapat dijadikan bahan bagi MPR Masa Jabatan berikutnya.

Pokok-pokok aspirasi dan kajian yang direkomendasikan antara lain adalah materi Pokok-Pokok Haluan Negara. MPR Masa Jabatan 2019-2024 perlu melakukan pendalaman hasil kajian MPR Masa Jabatan 2014-2019 berkenaan dengan substansi dan bentuk hukum.

Kemudian, terkait dengan Penataan Sistem Ketatanegaraan yang meliputi Penataan Kewenangan MPR, Penataan Kewenangan DPD, Penataan Sistem Presidensial, Penataan Kekuasaan Kehakiman, dan Penataan Sistem Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Negara, MPR Masa Jabatan 2019-2024 perlu melanjutkan kajian lebih mendalam.

Selain itu, Zulkifli mengatakan jika dalam melaksanakan tugasnya, MPR juga menyosialisasikan Empat Pilar. Menurutnya, keberhasilan pelaksanaan sosialisasi Empat Pilar MPR perlu dijaga keberlanjutannya agar keterpaparan masyarakat semakin luas.

Masyarakat harus meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kurun waktu 2009-2014, Pimpinan MPR juga telah menyelenggarakan lima kali acara Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, yakni Peringatan Hari Pancasila.

Selain itu, untuk menghargai dan mengingatkan pada sejarah bangsa, MPR senantiasa memperingati Hari Konstitusi setiap 18 Agustus. Peringatan ini telah digagas oleh MPR periode 2004-2009 di bawah kepemimpinan Hidayat Nur Wahid yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 yang menetapkan tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi.

“Melalui Peringatan Hari Konstitusi kita melakukan refleksi sekaligus merenungkan, bahwa UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dirumuskan oleh para Pendiri Bangsa adalah suatu dokumen hukum yang khas,” ujar Zulkifli.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019