Perlu dihadirkan pihak-pihak yang menilai materi yang ada di RKUHP itu banyak yang multitafsir, masih lemah, masih belum jelas. Tanpa adanya dialog, saya pikir itu akan menjadi persoalan juga di kemudian hari
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Soedirman Muhammad Fauzan menekankan pentingnya pelibatan masyarakat untuk mencari titik temu berbagai materi dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang dianggap kontroversial.

"Perlu dihadirkan pihak-pihak yang menilai materi yang ada di RKUHP itu banyak yang multitafsir, masih lemah, masih belum jelas. Tanpa adanya dialog, saya pikir itu akan menjadi persoalan juga di kemudian hari," tutur Muhammad Fauzan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan fakta bahwa RKUHP sudah 50 tahun lebih dibahas menyiratkan dialog sudah dilakukan, tetapi merumuskan sebuah ketentuan dapat menimbulkan tafsir yang bermacam-macam dari berbagai kalangan.

Baca juga: Presiden Jokowi terima masukan pengaturan wilayah privat RUU KUHP

RKUHP yang berisi 600-an pasal itu dinilainya tidak semuanya jelek dan menyesuaikan dengan hukum yang tumbuh berkembang di masyarakat.

Menurut dia, ketegangan dan penolakan pengesahan RKUHP terjadi karena komunikasi yang terhambat.

"Ada komunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Presiden Joko Widodo sudah bertemu jajaran pimpinan DPR, juga sudah mengumumkan penundaan pengesahan empat RUU. Mestinya, ketika mahasiswa unjuk rasa, pimpinan DPR membuat pernyataan dan meyakinkan mahasiswa bahwa empat RUU itu benar ditunda," tutur Muhammad Fauzan.

Ia menuturkan penundaan harus diinformasikan dengan jelas bukan sekadar menunda pengesahan, tetapi juga akan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada publik untuk ikut menyempurnakan persoalan-persoalan materi yang masih dianggap menimbulkan kontroversi.

Hal itu untuk meredam ketegangan dan penolakan dari sejumlah kalangan yang hingga hari ini masih terjadi.

Baca juga: Presiden: Jangan ragukan komitmen saya kepada demokrasi

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019