Seoul, Korea Selatan (ANTARA) - Sama seperti di Indonesia, menikah secara tradisional juga masih menjadi pilihan sebagian masyarakat Korea Selatan, salah satunya pasangan yang menggelar pernikahan pada Minggu (29/9) pukul 13.00 waktu Korea Selatan.

Mereka menggelar pernikahan di Namsangol Hanok Village di kota Seoul, yang terletak tak jauh dari stasiun subway Chungmuro (line 4) exit 4. Hanya membutuhkan waktu sekitar tiga sampai lima menit berjalan kaki untuk sampai ke kawasan warisan budaya itu dari stasiun.

Di kawasan yang masuk dalam destinasi wisata itu, terdapat lima bangunan rumah tradisional atau disebut Hanok yang berdiri sejak periode Joseon, 120 tahun lalu. Tak hanya rumah, ada juga pavilion, kebun dan kolam yang dibuat sama persis seperti zaman Joseon.

Biasanya, lokasi pernikahan berada di rumah Min Yeong-hui (1852-1935), pemilik salah satu hanok di Namsangol. Acara pernikahan pun digelar di pekarangan rumah.

Waktu pernikahan yang bisa digelar di sana hanya pada Maret hingga Oktober setiap hari Sabtu dan Minggu, pukul 11.00, 13.00 dan 15.00.
 
Meja atau altar yang digunakan saat menikah (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Dekorasi pernikahan

Rumah Min berada di sebelah kiri dari pintu gerbang utama. Rumah itu diperkirakan dibangun pada 1870.

Desain bangunan mencirikan rumah kaum kelas atas di era Joseon, dengan pengaturan paralel antara ruangan utama dan dapur. Interior ruangan sebagian menggunakan kayu termasuk pilar.

Saat rumah milik Min akan digunakan sebagai lokasi pernikahan, salah satu sudut pekarangan, umumnya dipasang tenda bernuansa putih.

Di bagian tengahnya, sebuah meja ditempatkan. Di atasnya, terdapat tiga buah yang berbeda warna, beras, kacang, kurma, arak beras, chesnut dan lilin.
 
Meja atau altar yang digunakan saat menikah (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Relatif tak ada hiasan berlebihan bahkan tidak ada bunga hidup di lokasi pernikahan. Di bagian belakang hanya ada semacam dinding papar bergambar tanaman bunga dan burung yang sedang terbang.

Lampu-lampu dengan kain penutup berwarna biru dan merah atau melambangkan yin dan yang seperti yang dikenal masyarakat Tionghoa terpasang di sekeliling tenda.

Di seberang depan meja, terdapat dua banjar kursi untuk para tamu dan orang tua kedua mempelai.

Sementara di bagian kanan tenda, disediakan khusus untuk para pemusik dan penyanyi acara.

Ritual pernikahan

Seperti disaksikan dalam drama-drama asal negeri ginseng, pengantin pria mengenakan busana tradisional, berupa jubah, topi, sabuk dan sepatu seperti di zaman Joseon.

Sementara wanita memakai hanbok, lengkap dengan hiasan jepit rambut serta sepatu. Riasan wajahnya sederhana dengan tambahan titik merah di bagian pipi kanan dan kiri.

Dalam pernikahan tradisional Korea Selatan, setidaknya ada lima ritual yang harus dijalani oleh pasangan, pertama Jeon An Rye. Dalam tahap ini, pengantin pria memasuki rumah mempelai wanita dan memberikan patung kayu angsa liar pada ayah pengantin wanita.
 
Patung kayu angsa yang digunakan saat menikah (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Setelah itu, Gyo Bae Rye, yakni mempelai saling membungkukkan badan. Pada masa lalu, pengantin baru kali pertama bertemu di hari pernikahan mereka karena mereka tidak diizinkan bersemuka hingga hari pernikahan.

Berikutnya, Seo Cheon Ji Rye, pengantin mengucapkan sumpah pernikahan pada surga dan bumi lalu pada masing-masing atau disebut Seo Bae Woo Rye.

Terakhir, mempelai meminum alkohol di gelas yang sama sebagai penanda mereka telah bersatu.

Setelah itu, pengantin membungkukkan badan pada kedua orang tua mereka dan meminta semacam doa. Ibu dan ayah mempelai biasanya memeluk anak dan menantu mereka.
 
Berfoto bersama setelah resmi menikah (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Acara pernikahan yang berlangsung sekitar 60 menit itu lalu ditutup dengan foto bersama keluarga besar dan para tamu memberikan selamat kepada mempelai.

Selain bisa melihat ritual pernikahan ala Korea Selatan, ada beragam aktivitas budaya yang kerap dihadirkan, antara lain permainan tradisional, mencoba mengenakan busana era Joseon, atau melihat pembuatan kerajinan jerami seperti sepatu, kantong untuk membawa beras dan tas.
 

Baca juga: Mengintip kota di masa depan 2049 hingga hologram di Sk T.um

 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019