Wakil Wali kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Jumat mengatakan evaluasi RTRW tersebut salah satunya meliputi wilayah hunian penduduk.
"Nanti akan ditetapkan untuk wilayah belum padat hunian sebagai ruang terbuka hujau (RTH). Sedangkan, wilayah yang sudah padat hunian akan ditetapkan standarisasi bangunan atau SNI terhadap gempa," katanya.
Baca juga: Pemkot Surabaya jelaskan penyusunan RDRTK sesuai aturan
Menurut dia, evaluasi RTRW tersebut didasari atas hasil penelitian Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada 2017, dimana tercatat sejumlah wilayah Surabaya dilalui patahan aktif (sesar).
Hal tersebut, lanjut dia, berdampak pada potensi gempa mencapai 6.5 Skala Richter (SR) yakni, patahan Surabaya dan Waru. Termasuk di wilayah Surabaya Timur kawasan kampus ITS, dan wilayah Jalan HR. Muhammad di Surabaya Barat.
Untuk itu, perlu segera dilakukan pemetaan jenis tanah dengan tujuan untuk pengaturan tata ruang wilayah. Dari pemetaan tersebut akan diketahui tingkat kerawanan sebuah wilayah terhadap gempa bumi.
Baca juga: Menteri Agraria puji konsistensi tata ruang Jatim
Setelah itu, Pemkot Surabaya melakukan peniaian kualitas bangunan dan sifat fisik tanah di kawasan Surabaya. "Makanya kita akan evaluasi kembali terhadap RTRW Surabaya. Hasil penelitian itu harus diantisipasi mulai sekarang," ujarnya.
Tentunya, lanjut dia, Pemkot Surabaya akan memasukkan hasil penelitian ITS tentang potensi gempa dalam evaluasi RTRW.
Whisnu mengatakan jika penelitan yang sudah dilakukan ITS tersebut menggunakan APBN, maka tahun depan Pemkot Surabaya akan mensuport dengan APBD agar penelitiannya lebih dalam lagi.
Baca juga: Menteri Agraria serahkan sertifikat tanah masyarakat Jatim
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019