Denpasar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia mengingatkan gubernur dan bupati/wali kota yang akan maju pada Pilkada 2020 agar tidak memutasi pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

"Saya minta bawaslu provinsi maupun bawaslu kabupaten/kota agar mengirimkan surat cegah dini berkaitan dengan hal-hal yang tidak boleh dilakukan calon petahana," kata anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar di Denpasar, Sabtu.

Menurut Fritz, larangan tidak boleh melakukan penggantian pejabat itu sudah diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam Pasal 71 UU No 10/2016 disebutkan bahwa gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Baca juga: Bawaslu RI: Jangan menyerah ungkap dugaan politik uang di Pilkada 2020

Petahana juga dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Jika gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan tersebut, petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

"Sanksinya itu didiskualifikasi sebagai calon. Saya minta bawaslu di daerah dalam surat pencegahan juga mengingatkan kembali mengenai netralitas ASN," ujar Fritz di sela-sela acara "Pembinaan SDM Bawaslu melalui Sinergi dengan Stakeholder" yang dilaksanakan Bawaslu Provinsi Bali.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Ariyani mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020, penetapan pasangan calon peserta Pilkada 2020 adalah tanggal 8 Juli 2020.

"Kami memang telah merencanakan untuk membuat surat cegah dini seperti yang dimaksudkan Bawaslu RI, khususnya enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020," ujarnya.

Baca juga: Bawaslu Bali harapkan wakil rakyat komit penuhi janji kampanye

Melalui surat cegah dini tersebut, pihaknya ingin mengingatkan kembali yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta pilkada, terutama calon yang berstatus petahana.

Ariyani mengatakan bahwa pihaknya juga akan menggencarkan sosialisasi pengawasan Pilkada 2020 lewat media sosial dan menyasar komunitas masyarakat hingga tingkat terbawah untuk meminimalkan terjadinya tindak pelanggaran.

"Sosialisasi dari bawaslu tentu harus berbeda dengan pilkada atau pemilu sebelumnya. Dengan sosialisasi yang berbeda, kita bisa lebih menyasar ke tingkat terbawah," katanya.

Ia melihat selain pentingnya sosialisasi tatap muka langsung dengan masyarakat, penggunaan media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Facebook akan sangat efektif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama tahapan Pilkada 2020, khususnya di enam kabupaten/kota di Bali yang akan melaksanakan pilkada, yakni Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem, dan Kota Denpasar.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019