Misalnya membuat kolam penampungan limbah, lalu diolah sehingga menjadi jernih
Karawang (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi siap melakukan gugatan "class action" atas pencemaran limbah industri di Sungai Cilamaya Kabupaten Karawang, Jabar, yang sudah berlangsung selama lebih dari 14 tahun terakhir.

"Ini tanggung jawab moral, saya berasal dari dapil (daerah pemilihan) ini, ada problem masyarakat yang (penanganannya, red.) lintas kabupaten, yakni Karawang, Purwakarta, dan Subang sehingga penanggulangannya perlu komprehensif," katanya di Karawang, Sabtu.

Ia mengaku siap mengajukan gugatan "class action" atas nama warga yang dirugikan terkait dengan pencemaran, jika nanti pihak perusahaan yang terbukti mencemari sungai tidak melakukan perbaikan-perbaikan.

Sebab, katanya, air sungai yang tercemar limbah industri itu setiap hari mengalir ke areal sawah yang digarap masyarakat serta berbagai ragam kegiatan lain, termasuk memakan ikan yang berasal dari sungai itu.

Belum lagi, katanya, setiap hari warga setempat harus menghirup bau tak sedap yang bersumber dari air sungai yang tercemar tersebut.

 Ia mengatakan sudah banyak problem yang dialami masyarakat atas peristiwa pencemaran sungai.

"Air sungai ini hulunya cukup jernih, tapi di bagian hilir kondisi airnya hitam, kotor, dan bau. Dipandang secara lahiriah, ini ada problem," kata dia.

Baca juga: Anggota DPRD Jabar desak proses hukum perusahaan yang mencemari sungai

Ia mengaku sudah mengantongi sejumlah perusahaan yang diduga mencemari Sungai Cilamaya. Sesuai dengan laporan, ada lima perusahaan di Purwakarta dan Subang yang diduga melakukan pencemaran sungai tersebut.

Untuk tahap awal, pada Jumat (4/10) pagi hingga malam, Dedi Mulyadi bersama Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana membawa Tim Laboratorium Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur untuk memeriksa kandungan air sungai Cilamaya.

Pengambilan sampel air dilakukan di beberapa titik di sepanjang aliran Sungai Cilamaya. Selanjutnya, sampel air tersebut akan diuji di laboratorium.

Dedi mengaku melibatkan tim laboratorium untuk mendapatkan hasil objektif mengenai penyebab pencemaran sehingga hasil penelitian itu menjadi salah satu dasar untuk mencari solusi atas masalah lingkungan tersebut.

Mantan Bupati Purwakarta dua periode itu tidak mau terjadi konflik terkait dengan pencemaran air Sungai Cilamaya.

Oleh karena itu, katanya, fokus utamanya mencari solusi atas persoalan pencemaran.

Jika memungkinkan, kata dia, hasil laboratorium akan dibuka ke publik, lalu perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pencemaran sungai diundang untuk mencari solusi bersama.

"Misalnya membuat kolam penampungan limbah, lalu diolah sehingga menjadi jernih. Ketika air itu jernih baru diturunkan ke bawah (sungai, red.) atau mungkin nanti ada solusi lain untuk menyelesaikan permasalahan itu," kata Dedi.

Anggota DPR Dapil Karawang, Purwakarta, dan Bekasi itu, menyatakan kalau aliran sungai yang melintasi kehidupan masyarakat harus diperhatikan, termasuk Sungai Cilamaya, tidak hanya Citarum.

Asisten Manajer Laboratarium Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur, Leni Mulyani mengatakan secara kasat mata aliran Sungai Cilamaya terlihat tercemar.

Baca juga: Pencemar Sungai Cileungsi Bogor diultimatum ditutup

Akan tetapi, pihaknya belum bisa menyimpulkan kandungan air sungai tersebut karena harus menunggu hasil uji laboratorium.

"Sampel airnya sudah diambil di sejumlah titik, mulai dari hulu sampai ke hilir. Sepuluh hari ke depan baru bisa diketahui hasil uji laboratoriumnya," kata dia.

Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mengakui kalau permasalahan pencemaran Sungai Cilamaya sudah berlangsung lama.

Akaan tetapi, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena aliran sungai itu melintasi beberapa kabupaten.

"Tidak mungkin kita mengambil tindakan sendiri, karena ini lintas kabupaten," kata dia.

Ia mengaku setuju kalau perusahaan pencemar sungai ditindak tegas, sesuai dengan bukti-bukti yang jelas.

Baca juga: Bendungan Barugbug Karawang tercemar limbah industri
Baca juga: Bekasi desak pemerintah pusat atasi pencemaran Sungai Cileungsi

 

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019