Adanya prioritas masyarakat asli Papua dalam rekrutmen parpol nasional merupakan tujuan agar aspirasi yang disampaikan benar-benar berasal dari masyarakat Papua."
Jakarta (ANTARA) - Rekrutmen partai politik nasional di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli daerah itu dan wajib meminta pertimbangan Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai bentuk otonomi khusus.

Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Gani Muhammad mewakili pemerintah dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Baca juga: Pemerintah diminta perjelas kewenangan UU Otonomi Khusus

Baca juga: Dana otonomi khusus 2019 untuk Papua Barat Rp2,5 triliun

Baca juga: Pemerintah bangun puluhan rumah sehat di Mimika Papua


Partai Papua Bersatu sebagai pemohon merasa dirugikan dengan adanya aturan dalam Pasal 28 ayat (1) UU 21 Tahun 2001 terkait dengan pembentukan partai politik.

Terkait hal itu, Gani Muhammad mengatakan masyarakat Papua tanpa membentuk partai lokal, dapat menentukan nasib sendiri dengan memanfaatkan partai politik nasional.

"Adanya prioritas masyarakat asli Papua dalam rekrutmen parpol nasional merupakan tujuan agar aspirasi yang disampaikan benar-benar berasal dari masyarakat Papua," ujar Gani Muhammad.

Gani Muhammad menuturkan tidak diaturnya partai lokal di UU Otsus Papua tidak berarti telah terjadi diskriminasi terhadap masyarakat Papua sejalan dengan Pasal 28 UUD 1945.

Selain itu, Pasal 1 angka 1 UU Parpol menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela.

Otonomi khusus Papua dikatakannya merupakan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka NKRI.

Dengan otonomi khusus, peran yang dilakukan adalah ikut serta merumuskan kebijakan daerah untuk menentukan strategi pembangunan dan melestarikan budaya serta lingkungan alam.

Gugatan itu berawal ketika pemohon mendaftar ke KPU Provinsi Papua untuk mengikuti verifikasi faktual dan administratif agar dapat ikut serta sebagai peserta Pileg 2019.

Namun upaya tersebut ditolak oleh KPU Provinsi Papua dengan alasan belum adanya ketentuan hukum yang secara tegas mengatur keberadaan Partai Politik Lokal di Provinsi Papua.

Selain itu keputusan pengesahan Partai Papua Bersatu sebagai badan hukum ternyata telah dibatalkan atau dicabut oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019