Beberapa mal ada yang menggunakan ruang tidak terpakainya untuk 'coworking space'
Jakarta (ANTARA) - Perdagangan daring melalui internet atau e-commerce dinilai tidak berdampak signifikan kepada kinerja mal karena banyak orang berkunjung ke pusat perbelanjaan sebagai gaya hidup dan bukan konsumtif.

"E-commerce ada pengaruhnya, tetapi tidak signifikan," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Rabu.

Menurut Ferry, hal itu karena banyak masyarakat urban masih melihat pusat perbelanjaan sebagai sebuah pengalaman atau gaya hidup.

Baca juga: Konsultan: 70 persen mal akan berada di Bodetabek

Selain sebagai gaya hidup, ujar dia, mal juga sudah banyak yang bertransformasi untuk kegiatan selain ritel.

"Beberapa mal ada yang menggunakan ruang tidak terpakainya untuk coworking space (ruang kerja bersama)," katanya.

Dengan demikian, ia menilai bahwa bisnis di mal tidak akan terlalu berpengaruh karena konsumen di kota-kota besar seperti Jakarta dinilai masih kurang tempat hiburan sehingga mal bisa dilihat sebagai lokasi ideal untuk berkumpul bersama keluarga atau hanya sekadar mencari suasana.

Baca juga: Sebulan penuh, 14 mal di Bali gelar Festival Kuliner dan Belanja

Untuk pemilik mal, Ferry merekomendasikan melakukan konfigurasi ulang ruang dengan dinamis dan berani berinovasi, sedangkan para peritel juga diharapkan dapat berinovasi dengan lebih menekankan pengalaman pelanggan.

Selain itu, ujar dia, para peritel juga diharapkan bisa memanfaatkan teknologi termutakhir yang akan mendorong pembelian yang lebih impulsif atau tidak direncanakan sebelumnya, dan menciptakan ceruk pasar dengan cara yang kreatif.

Sebelumnya, berbagai platform e-commerce  yang beroperasi dinilai perlu lebih berinovasi dalam memperhatikan dan mengembangkan kinerja UMKM yang terdapat di berbagai daerah.

"UMKM ini berperan penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia," kata Pendiri dan CEO Troli (platform belanja daring) Roni Irawan.

Menurut Roni, selama ini upaya pemberdayaan UMKM hanya sebatas teori karena kinerja usaha kecil kerap kalah bersaing dengan berbagai usaha pedagang besar.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia termasuk dari lima besar negara yang memiliki jumlah startup atau usaha rintisan terbanyak dengan sekitar 2.100 startup.

Selain itu, ujar dia, usaha kecil itu ternyata menyumbang hingga 93,4 persen PDB perekonomian Indonesia, sedangkan usaha menengah 5,1 persen dan usaha besar hanya sekitar 1,5 persen.

Baca juga: Pesta diskon hingga 74 persen, 321 mal ramaikan Indonesia Great Sale

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019