Dari segi proses penanamannya sendiri, permasalahan berkutat antara banyaknya perantara, akses petani pada dana yang terbatas, kurangnya aplikasi teknologi, tingkat pendidikan petani, hingga pengaruh perubahan iklim
Jakarta (ANTARA) - Pembenahan dan pemberian kemudahan yang dapat meningkatkan kinerja petani dalam kegiatan produksi dinilai bakal melesatkan tingkat ketahanan pangan di wilayah Nusantara.

"Dari segi proses penanamannya sendiri, permasalahan berkutat antara banyaknya perantara, akses petani pada dana yang terbatas, kurangnya aplikasi teknologi, tingkat pendidikan petani, hingga pengaruh perubahan iklim," kata Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Eko Taufik Wibowo, dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Wujudkan stabilisasi pangan, holding BUMN harus segera direalisasikan

Eko Taufik Wibowo menyadari bahwa solusi terkait permasalahan pangan tidak semudah membalikkan telapak tangan dan sangat kompleks mulai dari hulu hingga hilir.

Selain itu, ujar dia, jumlah penduduk Indonesia yang hingga mencapai lebih dari 265 juta orang juga menjadi tantangan negara dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan warganya.

Ia juga menyoroti permasalahan pangan seperti kurangnya hasil produksi, tingginya biaya produksi, hingga memburuknya kualitas pangan seiring jalannya distribusi.

Di bagian hilir, lanjutnya, permasalahan muncul pada saat produksi pangan, meliputi porsi bahan baku yang masih banyak diimpor, inefisiensi proses bisnis serta sektor pangan yang masih bertumpu pada UMKM.

Baca juga: Murah jadi alasan daging kerbau India jadi pilihan impor

Dirut Berdikari mengingatkan bahwa dalam rangka menggapai kemandirian ekonomi sesuai dengan Rencana Jangka Panjang dan Menengah Negara 2015-2019, perlu adanya ketahanan pangan yang tangguh, yang dapat ditilik melalui parameter-parameter kunci.

Sejumlah parameter itu antara lain ketersediaan akses dan stabilitas harga pangan yang terjangkau, kualitas pangan yang baik dengan nutiri yang seimbang, serta kemampuan sumber daya alam Indonesia untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

Sebelumnya, pemerintah dinilai perlu memberikan skema permodalan yang tepat untuk menggairahkan para petani menggarap lahannya sehingga tidak dijual atau dialihfungsikan menjadi sarana yang sama sekali tidak terkait dengan produksi pangan.

Baca juga: Berdikari jaga ritme impor sapi, agar tidak rugikan peternak lokal

"Pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana memberikan petani akses permodalan yang skema pembayarannya ramah terhadap kegiatan bercocok tanam mereka," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania.

Menurut dia, konsep perluasan lahan pertanian pada saat ini sukar dilakukan mengingat terbatasnya jumlah lahan yang masih memungkinkan untuk dipakai untuk kegiatan pertanian dan jumlah penduduk yang terus meningkat.

Galuh berpendapat bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perluasan lahan pertanian terwujud, salah satunya adalah gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur.

Industrialisasi dan pembangunan infrastruktur, lanjutnya, tidak jarang harus mengorbankan lahan pertanian.

"Perubahan lain adalah jumlah penduduk yang terus meningkat. Laju pertambahan penduduk Indonesia terjadi sangat cepat. Jumlah penduduk yang bertambah harus diikuti dengan kemampuan lahan pertanian untuk menyediakan pangan untuk mereka," jelasnya.

Baca juga: Kementan siapkan kemudahan ekspor kakao olahan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019