Jangan pernah kita tergantung ke sumber daya alam, apapun bentuknya
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengimbau para pengusaha meningkatkan industri manufaktur dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Bambang menuturkan Indonesia sudah terlalu lama bergantung pada berbagai komoditas alam terutama minyak dan batubara sehingga sudah saatnya industri pengolahan nonmigas menjadi penopang utama ekonomi.

"Jangan pernah kita tergantung ke sumber daya alam apapun bentuknya karena ketergantungan SDA itu artinya kita menggantungkan diri kepada fluktuasi harga komoditas internasional," katanya saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis.

Menurut Bambang, Indonesia yang terlalu bergantung pada komoditas alam akhirnya menyebabkan konsistensi dan fokus terhadap sektor manufaktur berkurang dan menjadi salah satu faktor hilangnya peluang relokasi 33 investor manufaktur asal China.

"Ketika ada potensi relokasi dari China pasti fokus mereka kepada negara yang memang struktur manufakturnya kuat. Sementara, kita tidak konsisten karena kita masih terbuai komoditas alam," ujarnya.

Baca juga: Kemenperin genjot kinerja lima sektor manufaktur
Baca juga: Pemerintah dan BI sepakati enam langkah akselerasi manufaktur

Di sisi lain, Bambang menyebutkan saat ini pemerintah masih menghadapi kendala meningkatkan investasi manufaktur karena adanya pengelola kawasan industri yang memasang harga tanah terlalu tinggi.

"Memang harga tanah di kawasan industri kita mahal itu mengganggu appetite orang berinvestasi sedangkan kalau di luar Jawa tidak cocok untuk industri yang labour intensive karena mereka cocok capital intensive," katanya.

Ia mencontohkan seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, pengelola kawasan industri masih berperilaku seperti pengusaha properti yang mencari keuntungan dari harga tanah.

Sementara, di sisi lain, hal itu diperkuat oleh mayoritas infrastruktur di Pulau Jawa yang sudah terbangun lebih banyak dibanding di luar Jawa.

Menurutnya, pengusaha kawasan industri itu harus mempunyai dua peran yaitu mencari keuntungan pribadi dari menyewakan atau menawarkan lokasi dan memasukkan misi untuk mendorong ekonomi Indonesia melalui properti yang ditawarkan.

"Pengusaha kawasan industri harus bisa menyeimbangkan upaya untuk mendapatkan return dan menciptakan keseimbangan antara keuntungan dari harga tanah dengan keuntungan dari penyewaan kawasan industri sendiri," katanya.

Bambang melanjutkan, jika pengusaha membuat keseimbangan margin untuk keuntungan dari harga tanah dan okupansi maka pelaku usaha tersebut dianggap telah berpartisipasi dalam mendukung program pemerintah sebab ketika mereka menjadi kawasan industri ada fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.

"Jadi tolong fasilitas dari pemerintah dimanfaatkan untuk menarik industri lebih banyak. Jangan sampai sudah ada fasilitasnya, tapi orang tidak jadi masuk karena harga tanahnya, jadi bukan karena insentif yang diberikan oleh pemerintah,” katanya.

Bambang menuturkan pemerintah tidak hanya akan meminta pelaku usaha untuk menurunkan harga tanah di Pulau Jawa melainkan pemerintah juga akan melakukan hilirisasi sumber daya alam di kawasan industri luar Jawa.

"Memang kalau industri yang tidak berorientasi sumber daya alam pasti masuk ke Jawa karena infrastrukturnya paling lengkap dan market-nya paling besar. Kalau luar Jawa memang lebih cocok untuk pengembangan hilirisasi SDA," ujarnya.

Berdasarkan data Bank Indonesia, kinerja sektor industri pengolahan (manufaktur) pada triwulan III-2019 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Hal tersebut tercermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI) BI sebesar 52,04 persen pada triwulan III-2019, sedikit lebih rendah dibanding triwulan II-2019 yaitu 52,66 persen.

Baca juga: BI: memperkuat manufaktur dukung perbaikan neraca transaksi berjalan

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019