Damaskus (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Maqdad pada Kamis (10/10) mengecam pasukan pimpinan Kurdi, yang didukung Amerika Serikat, dan menyatakan tidak sudi melanjutkan dialog dengan kelompok itu, yang ia anggap telah berkhianat kepada negara.

Maqdad juga menuduh pasukan Kurdi memiliki agenda separatisme hingga memberi dalih bagi Turki untuk melanggar kedaulatan negaranya.

Baca juga: Turki bantah pernyataan Menlu AS soal Suriah

Pasukan Kurdi saat ini sedang menghadapi serangan dari Turki, yang berupaya mendepak kelompok itu keluar dari Suriah utara.

Ketika ditanya apakah Pemerintah Suriah perlu melanjutkan pembicaraan dengan pasukan Kurdi, Maqdad mengatakan "kelompok bersenjata ini telah mengkhianati negara dan melakukan kejahatan terhadap negara."

"Kami tidak mau melakukan dialog atau pembicaraan dengan pihak-pihak yang telah menjadi sandera pasukan asing ... Tidak akan ada tempat berpijak bagi kaki tangan Washington di wilayah Suriah," tegas Maqdad kepada para wartawan di kantornya di Damakus.

Baca juga: Bashar anggap perang Suriah perang internasional, bukan perang saudara

Seorang pejabat Kurdi Suriah pada awal pekan ini mengatakan pihak berwenang pimpinan Kurdi di Suriah utara kemungkinan akan membuka diri untuk berdialog dengan Damaskus dan Rusia guna mengisi kekosongan keamanan setelah Amerika Serikat menarik pasukannya secara penuh dari daerah perbatasan Turki.

Seorang komandan utama juga mengatakan bahwa satu pilihan Kurdi adalah menyerahkan kembali wilayah kepada Pemerintah Suriah.

YPG Kurdi, kelompok milisi yang kuat, pernah dibantu oleh Pemerintah Suriah mengambil kendali kota-kota yang berpenduduk suku Kurdi pada awal-awal konflik.

Saat itu, Damaskus sedang memusatkan perhatiannya untuk memadamkan protes massal terhadap kepemimpinan Presiden Bashar al Assad.

Baca juga: Koalisi pimpinan Amerika Srikat serang posisi militer Suriah di gurun

Rangkaian aksi protes itu sendiri kemudian berubah menjadi pemberontakan bersenjata.

YPG Kurdi Suriah tidak pernah melawan pemerintah selama perang itu dan bahkan menerima keberadaan pemerintah Suriah di kota utama yang dikuasainya, Qamishli.

Kelompok itu juga memiliki bisnis menguntungkan dengan Damaskus dari penjualan minyak terlarang.

Sumber: Reuters

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019