Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati menyebutkan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan pejabat negara harus dievaluasi menyusul kasus penikaman terhadap Menko Polhukam Wiranto saat kunjungan kerja di Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10).

"Sampai terjadi penikaman itu harus menjadi dasar untuk evaluasi SOP pengamanan pejabat negara. Deteksi dininya seperti apa?," kata Susaningtyas menanggapi kasus penikaman terhadap Wiranto, di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Presiden perintahkan pengamanan tambahan bagi pejabat negara

Nuning sapaan Susaningtyas Kertopati mengapresiasi pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang telah mengetahui melalui jaringan intelijen bahwa pelaku penikaman bernama Abu Rara itu berasal dari Kediri kemudian pindah ke Bekasi lalu ke Bogor terus pindah ke Menes masuk ke Ponpes beraliran JAD.

"Temuan ini sudah menjadi 'warning' sejak lebih dari dua bulan lalu. Artinya temuan ini harus menjadi pedoman bagi aparat keamanan di lapangan dalam melaksanan tupoksinya," kata Nuning.

Baca juga: Penusukan Wiranto, Fadel: Perketat pengamanan tiga pejabat negara

Menurut dia, kasus penikaman terhadap Wiranto harus diteliti lebih dalam, meskipun semua orang tahu bahwa Wiranto seorang pejabat terkenal sehingga peristiwa itu mengundang perhatisn publik.

"Inilah visi 'terrorizing', melakukan hal radikal untuk dapat perhatian," ucapnya.

Baca juga: Pengamat sebut penjagaan Kepala Negara lebih diperketat

Hal lain harus diwaspadai, kata Nuning, adalah titipan dari pihak lain di luar JAD itu dalam kasus penikaman, baik dari sisi politik maupun yang lain.

Dalam analisa intelijen juga harus diselidiki "pesan" apa yang ingin disampaikan oleh pelaku dalam penyerangan itu. Dikhawatirkan itu mengandung pesan bahwa "jangan main-main dengan kami, kami ada dan serius lakukan penyerangan lanjutan".

Baca juga: Pengamat LIPI: Perlu evaluasi SOP pengamanan pejabat publik

"Takutnya kenekatan ini bisa saja mereka rencanakan untuk gagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober mendatang," tuturnya.

Nuning pun mengimbau masyarakat jangan lagi euforia menyudutkan aparat keamanan dan intelijen karena ini bisa dimanfaatkan untuk mendukung semakin berkembangnya radikalisme di Indonesia.

"Program deradikalisasi dan antiradikalisasi harus semakin digalakkan di tengah masyarakat. Termasuk deradikalisasi dunia maya, karena semakin banyaknya berita hoaks dan hal berbau 'post truth'," kata Nuning.

Pendidikan cinta Tanah Air dan memahami Pancasila, kata dia, harus digalakkan dengan cara yang modern dan ikuti selera zaman sehingga lebih mudah diterima masyarakat.

"Toleransi beragama, suku, etnis juga harus sering disosialisasikan," katanya.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019