Kebutuhan akan umbi-umbian cukup tinggi
Pontianak (ANTARA) - Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan TPH) Kalbar, Heronimus Hero menyebutkan bahwa prospek ekonomi tanaman umbi-umbian sangat menjanjikan untuk dikembangkan  sebagai satu di antara sumber pendapatan petani.

"Budi daya komoditas umbi-umbian harusnya tidak lagi cuma sekedar untuk makan namun sudah berorientasi penghasilan. Oleh karena itu kita sentuh untuk petani kembangkan umbi-umbian bahkan sampai skala untuk industri. Apalagi prosek nya menjanjikan dan harga stabil," ujarnya saat sosialisasi penerapan pengembangan aneka umbi di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan untuk menangkap prospek ekonomi umbi-umbian tersebut perlu diusahakan secara agrobisnis.

"Kemudian perlu strategi pemasaran yang baik. Kebutuhan akan umbi-umbian cukup tinggi. Apalagi kalau petani itu sendiri minimal mengelola bahan baku umbi menjadi satu turunan saja. Sehingga nilai tambah semakin besar dan petani sejahtera," kata dia.

Ia mencontohkan umbi-umbian yang  saat ini mempunyai harga dan pasar menjanjikan yaitu talas, ubi kayu, dan ubi jalar.

Baca juga: LIPI kembangkan singkong tinggi beta karoten untuk ketahanan pangan
Baca juga: Plastik berbahan singkong untuk bungkus daging kurban di Bandung


Untuk talas atau keladi dalam satu hektare bisa produksinya mencapai 25 ton untuk harga di tingkat petani mulai Rp6.000 per kilogram dan di pasaran di atas Rp8.000 per kilogram.

"Keuntungan yang bisa diperoleh petani untuk talas dalam masa delapan bulan tanam pertama dan empat bulan untuk masa tanam kedua serta selanjutnya bisa mencapai Rp22 juta per hektare," contoh dia.

Kemudian untuk ubi talas dalam satu hektare produksinya bisa mencapai 10 ton per hektare dengan harga di sekitar Rp8.000. Ubi kayu sendiri saat ini sudah ada produksinya mencapai 25 ton per hektare dan untuk harga mulai Rp2.000 di tingkat petani.

Baca juga: Lampung Tengah gelar festival kreasi olahan singkong
Baca juga: Inul berbisnis camilan untuk berdayakan petani singkong


Lanjutnya, pihaknya juga akan terus mendorong peningkatan produktivitas  umbi-umbian sehingga makin menguntungkan.

"Kita akui memang saat ini produk pangan berupa padi sebagai bahan pokok konsumsi di Indonesia masih mendominasi. Meski demikian petani harus terus mencari alternatif sumber pendapatan," kata dia..

Menurut dia, saat ini untuk umbi-umbian seperti talas dan beberapa jenis lainnya belum tercatat oleh BPS, padahal luasan areal dan transaksinya cukup tinggi, seperti  di Singkawang ada 55 hektare areal penanaman keladi.

"Belum lagi se Kalbar. Kalau tercatat BPS tentu sangat besar juga sumbangan pada PDRB kita," kata dia.

Baca juga: Mengandung polifenol, talas bermanfaat cegah kanker
Baca juga: Talas Bantaeng Punya Pusat Penangkaran

Pewarta: Dedi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019