Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya di Jakarta, Selasa, mengatakan lompatan besar diperlukan untuk penurunan emisi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contributions/NDC) sehingga jangan ada pelemahan kebijakan iklim atas nama investasi.

Dengan kembali terpilihnya petahana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia seharusnya bisa membuat lompatan besar untuk mencapai komitmen iklim di sektor kehutanan yang tercantum dalam NDC. Menurut Teguh, lompatan besar diperlukan karena periode pelaksanaan komitmen tersebut akan segera dimulai pada 1 Januari 2020.

“Asalkan tidak ada pelemahan kebijakan atas nama investasi karena sekarang KLHK berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,” kata Teguh menanggapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sekarang di bawah koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dalam Rembuk Nasional Pemangku Kepentingan: Bergandengan Tangan Merawat Iklim Bumi untuk Mencapai Komitmen Iklim Indonesia di Jakarta.

Para pakar sudah memperingatkan bahwa target penurunan emisi Indonesia akan sulit dicapai kecuali ada penguatan kebijakan maupun implementasi dalam hal kebijakan mitigasi, ujar dia.

Baca juga: DDPI harapkan pengurangan emisi karbon sesuai target

Baca juga: KLHK-Bank Dunia teken program FCPF di Kaltim

Baca juga: Para anggota UE terima "scorecard" campuran mengenai tujuan iklim


Karenanya, dia mengingatkan di samping berfokus pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui transformasi struktural dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, Presiden dan Kabinet Indonesia Maju tidak bijak jika melupakan komitmen iklim Indonesia untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen hingga 41 persen pada 2030.

Presiden dan Wakil Presiden harus memenuhi janji pada masa kampanye untuk mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan, antara lain melalui mitigasi perubahan iklim.

Pembangunan rendah karbon yang saat ini sedang digodok melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 sangat sejalan dengan keinginan Presiden untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia akan ekspor bahan mentah yang membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap volatilitas harga komoditas global.

Senior Economist and Researcher Associate WRI Indonesia Soni Mumbuni melalui sambungan Skype mengatakan sebagai prasyarat penurunan emisi dan ketahanan iklim, NDC atau aksi iklim termasuk di sektor kehutanan perlu bergeser dari biofisik ke biofisik dan sosial-ekonomi.

“Jika ingin menurunkan emisi sekian persen, apa dampaknya untuk tenaga kerja atau jika emisi turun bagaimana dampaknya ke ekonomi. Apakah pertumbuhan enam persen bisa dipertahankan? Sampai sejauh mana bisa dipertahankan?” ujar dia.

Lalu ia mengatakan perlu mengintegrasikan sektor, skala dan aktor. Terakhir, harus mulai mempertimbangkan transisi menuju rendah karbon.*

Baca juga: Pemprov Kaltim persiapan "Program Pengurangan Emisi Karbon"

Baca juga: Kaltim pelaksana program pengurangan emisi karbon gas rumah kaca

Baca juga: KLHK arahkan komitmen pengurangan emisi ke sektor energi


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019